Bandung, VIVA – Alumni dan civitas akademik berperan penting sebagai center of excellent atau pusat keunggulan dalam kekuatan riset dan pengembangan (research and development) di sektor energi dan minerba untuk mewujudkan visi besar kemandirian yang dicanangkan Presiden Prabowo.
Wakil Direktur Utama Mining Industry Indonesia (MIND ID), Dany Amrul Ichdan menuturkan, pengoptimalan peran kampus juga berefek pada efisiensi anggaran.
Kendati demikian, Dany mengingatkan, dunia kampus harus terus diarahkan untuk selalu mengupgrade kemampuan dengan berbagai update, baik teknologi, SDM, hingga tenaga pengajarnya. Akademisi dikemukakannya juga harus memahami tataran korporasi dan tataran industri.
"Akademisi itu adalah sumber RnD (research and development) yang kuat. Kampus harus kita jadikan sebagai center of excellent di dalam kekuatan RnD. Kalau kita bayar konsultan mesin misalnya, mahal. Kenapa gak kita optimalkan peranan kampus?," kata Dany kepada wartawan usai menghadiri Seminar Nasional dan Sarasehan bertajuk “Astacita sebagai tonggak untuk Kedaulatan Energi dan Masa Depan Indonesia, di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Bandung, akhir pekan lalu.
Sementara itu, Ketua IAGL – ITB, Abdul Bari menyampaikan seminar nasional dan sarasehan menghasilkan delapan rekomendasi. Rekomendasi pertama disampaikannya mengenai analisa kendala atas tantangan eksplorasi dan produksi Minyak, gas, batubara maupun mineral di Indonesia.
Kendala itu menurutnya terdiri atas kebijakan masih tumpang tindih serta belum mendukung masuknya investasi secara optimal serta tata kelola bidang energi dan minerba yang belum mendorong terciptanya multiplier effect.
Ada pula hambatan perizinan kompleks, keterbatasan data geologi hingga menyulitkan identifikasi lokasi sumber daya dan cadangan baru; serta akses wilayah terbatas. Padahal menurutnya banyak potensi sumber daya dan cadangan berada di wilayah terpencil dengan infrastruktur yang minim. Keamanan dan konflik sosial, fluktuasi harga di pasar global dan tekanan global untuk menjalankan operasi yang ramah lingkungan turut menjadi kendala di sektor ini.
Rekomendasi kedua ujar Abdul Bari, berupa langkah strategis mengatasi tantangan yang tentunya memerlukan sinergi antara pemerintah, industri, dan pemangku kepentingan lainnya. Langkah strategis utama yaitu sinkronisasi kebijakan antara aspek hulu dan hilir yang terkait seperti transportasi, petrokimia, pupuk dan lain-lain untuk mengoptimalkan bauran energi jangka pendek, menengah dan panjang dalam rangka mencapai kemandirian energi.
“Kebijakan untuk tujuan peningkatan multiplier effect, antara lain kebijakan harga gas untuk pupuk dan industri petrokimia; peningkatan daya tarik investasi baik dari rezim izin maupun kontrak serta aspek kebijakan fiskal; peningkatan produksi migas dalam jangka pendek untuk menjamin pertumbuhan ekonomi dan ketahanan nasional,” Abdul Bari.
Ia menambahkan, perlu dipetakan dan difokuskan pada kegiatan-kegiatan peningkatan produksi dan lifting migas, khususnya minyak bumi dalam jangka pendek antara 1-2 tahun. Selain itu, kegiatan-kegiatan eksplorasi dalam 5 tahun terakhir perlu dievaluasi dan dioptimalisasi untuk mendapatkan target-target yang realistis.
“Dalam sektor mineral, dengan kebutuhan hilirisasi agar terus didorong dan ditingkatkan untuk mendorong optimalisasi pertambahan nilai. Di samping itu, pembangunan infrastruktur sampai daerah-daerah terpencil, terutama daerah yang memiliki cadangan energi dan minerba besar sehingga meningkatkan upaya eksplorasi serta produksi energi dan minerba nasional," sambungnya.
Rekomendasi ketiga jelas Abdul Bari adalah pentingnya digitalisasi dan integrasi data geologi yang mudah diakses untuk mendukung eksplorasi efektif.
“Kebijakan penggunaan data yang dapat mendorong investasi, serta Modernisasi, integrasi dan digitalisasi data yang bisa diakses untuk riset dan industri,” ucapnya.
Rekomendasi keempat IAGL – ITB ialah simplifikasi perizinan dengan menerapkan kebijakan perizinan yang lebih sederhana dan efisien tanpa mengurangi aspek pengawasan.
Pengembangan Teknologi menjadi rekomendasi kelima dari IAGL – ITB. Pengembangan teknologi dilakukan dengan meningkatkan investasi dalam teknologi eksplorasi dan produksi yang lebih modern dan efisien; peningkatan riset-riset untuk membuka (unlock) potensi-potensi eksplorasi dan eksploitasi terutama di daerah-daerah terpencil.
Selain itu perlunya ada jaminan aspek keamanan wilayah-wilayah berpotensi besar untuk eksplorasi sumberdaya energi dan mineral, serta pembangunan infrastruktur guna menurunkan biaya pemenuhan kebutuhan energi.
“Keenam, diversifikasi pasar. Mengurangi ketergantungan pada pasar tertentu untuk memitigasi risiko fluktuasi harga global melalui hilirisasi hingga produk jadi. Ketujuh, masa depan sektor migas dan minerba. Sektor migas dan minerba merupakan masa depan Indonesia. Dengan potensi sumber daya alam yang sangat besar, ditambah dengan sumberdaya manusia unggul dan didukung oleh aturan perundang-undangan untuk mendorong kemandirian akan menjadi kunci keberhasilan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan berkeadilan,” paparnya.
Rekomendasi terakhir dari seminar nasional dan sarasehan IAGL – ITB berupa komitmen mendukung pemerintah Indonesia dibawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk terus memperkuat sektor migas dan Minerba. Komitmen dan dukungan dilakukan dengan memberikan masukan dan implementasi kebijakan eksplorasi hingga hilirisasi dengan menghadirkan alumni-alumni terbaik dan pemikiran terbaik untuk NKRI.
“Sebagai salah satu bentuk komitmen, IAGL – ITB akan mendorong peningkatan kapabilitas dan kompetensi para Alumni Geologi ITB, terutama yang muda-muda, untuk mencapai tingkat kemampuan tertinggi dalam pengelolaan sumber daya energi dan minerba untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. IAGL – ITB yakin bahwa Asta Cita yang diusung oleh pemerintahan Presiden Jenderal Prabowo Subianto dapat mewujudkan kedaulatan energi nasional untuk meningkatkan posisi geopolitik Indonesia menjadi lebih unggul melalui sinergi antara pemerintah, akademisi, dan industri yang dilandaskan pada UUD 1945 pasal 33,” tandasnya.
Halaman Selanjutnya
Ada pula hambatan perizinan kompleks, keterbatasan data geologi hingga menyulitkan identifikasi lokasi sumber daya dan cadangan baru; serta akses wilayah terbatas. Padahal menurutnya banyak potensi sumber daya dan cadangan berada di wilayah terpencil dengan infrastruktur yang minim. Keamanan dan konflik sosial, fluktuasi harga di pasar global dan tekanan global untuk menjalankan operasi yang ramah lingkungan turut menjadi kendala di sektor ini.