Jakarta, VIVA – Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025. Hal ini disampaikan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani yang mengatakan tarif PPN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Meski demikian, terdapat barang dan jasa yang dikecualikan dari pengenaan tarif PPN 12 persen, yakni barang kebutuhan pokok. Hal ini mengacu dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.116/PMK.010/2017.
Ekonom Center of Reform on Economic atau CORE Indonesia, Yusuf Rendy Manilet menilai, meski barang kebutuhan pokok tersebut dikecualikan dari pengenaan PPN, barang tersebut juga akan terkena dampak kenaikan.
"Perlu dipahami bahwa meskipun barang-barang tertentu dikecualikan dari PPN, terdapat mekanisme kompleks dalam rantai pasok yang tetap akan terpengaruh oleh kenaikan pajak ini. Hal ini terutama terkait dengan biaya intermediasi seperti logistik, transportasi, dan layanan pendukung lainnya yang tetap dikenakan PPN 12 persen," kata Yusuf saat dihubungi VIVA, Senin, 18 November 2024.
Yusuf menjelaskan, dampak tidak langsung ini terjadi melalui mekanisme efek berantai dalam struktur biaya. Di mana ketika biaya logistik dan transportasi mengalami kenaikan akibat PPN yang lebih tinggi, pelaku usaha cenderung mengalihkan beban tambahan ke dalam struktur harga akhir produk.
"Sebagai contoh konkret, meskipun kebutuhan pokok dikecualikan dari PPN 12 persen, biaya pengangkutan dari petani ke penggilingan, dari penggilingan ke distributor, dan akhirnya ke pedagang ritel, semuanya akan terpengaruh oleh kenaikan PPN. Hal ini menciptakan tekanan pada margin keuntungan di setiap tahap distribusi," jelasnya.
Yusuf menuturkan, pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa kenaikan pajak tidak langsung seperti PPN memiliki efek asimetris pada harga.
"Ketika PPN naik, kenaikan harga cenderung lebih besar dibandingkan penurunan harga ketika PPN turun. Fenomena ini dikenal sebagai 'price stickiness' atau kekakuan harga, di mana pelaku usaha lebih cepat dan lebih agresif dalam menaikkan harga dibandingkan menurunkannya," terangnya.
Untuk di Indonesia, dengan karakteristik geografis yang kompleks dan rantai distribusi yang panjang, Yusuf menuturkan efek ini bisa terjadi lebih signifikan.
Sedangkan dalam konteks makro ekonomi, jelas Yusuf, kenaikan PPN ini berpotensi menciptakan tekanan inflasi yang lebih luas.
"Meskipun pemerintah bermaksud melindungi konsumen dengan mengecualikan barang kebutuhan pokok, efek tidak langsung melalui kenaikan biaya operasional dan logistik dapat mengakibatkan kenaikan harga secara umum. Hal ini dapat memicu apa yang disebut sebagai inflasi biaya (cost-push inflation), di mana kenaikan biaya produksi dan distribusi mendorong kenaikan harga secara keseluruhan," imbuhnya.
Berikut selengkapnya daftar Barang Kebutuhan Pokok Bebas PPN:
1. Beras dan Gabah
Barang yang termasuk dalam kategori ini adalah beras dan gabah dalam berbagai bentuk, seperti yang masih berkulit, telah dikupas, setengah giling atau giling penuh, serta pecahan seperti menir atau salin yang sesuai untuk dijadikan bibit.
2. Jagung
Jagung yang masih berkulit maupun yang sudah dikupas, termasuk jagung yang pecah, menir, atau pipilan, akan bebas PPN. Namun, benih jagung yang digunakan untuk ditanam tidak termasuk dalam kategori ini dan tetap dikenakan pajak.
3. Sagu
Produk yang berbahan dasar sagu, seperti empulur sagu (sari pati), tepung sagu, tepung bubuk, dan tepung kasar, tidak dikenakan PPN. Ini berlaku untuk semua bentuk olahan sagu yang digunakan sebagai bahan makanan sehari-hari.
4. Kedelai
Kedelai baik yang utuh maupun yang telah pecah, selama bukan digunakan sebagai benih, akan bebas PPN. Ini berlaku untuk kedelai dengan kulit maupun tanpa kulit yang digunakan untuk konsumsi.
5. Garam Konsumsi
Semua jenis garam yang digunakan untuk konsumsi, baik yang beryodium maupun tidak, termasuk garam meja dan garam didenaturasi, akan tetap bebas PPN. Garam untuk keperluan makanan sehari-hari tidak dikenakan pajak tambahan.
6. Daging Segar
Daging segar dari hewan ternak, baik yang ber tulang atau tidak, bebas dari PPN, asalkan tidak diproses lebih lanjut seperti dibekukan, dikapur, didinginkan, diasinkan, atau diawetkan. Daging segar ini tetap bisa dijual tanpa dikenakan pajak.
7. Telur
Telur yang tidak diolah, seperti yang dibersihkan, diasinkan, atau diawetkan secara ringan, tidak dikenakan PPN. Namun, telur yang digunakan sebagai bibit atau untuk tujuan lain yang tidak termasuk konsumsi langsung, tetap dikenakan pajak.
8. Susu
Susu perah yang telah dipanaskan atau didinginkan tanpa penambahan gula atau bahan lain, akan tetap bebas PPN. Ini berlaku untuk susu segar yang tidak mengandung tambahan zat lain selain susu itu sendiri.
9. Buah-buahan
Buah-buahan segar yang baru dipetik dan mengalami proses sederhana seperti dicuci, dikupas, disortasi, dipotong, atau diiris akan tetap bebas dari PPN. Namun, buah yang sudah melalui proses pengeringan atau pengolahan lebih lanjut bisa dikenakan pajak.
10. Sayur-Sayuran
Sayuran segar yang melalui proses sederhana seperti dicuci, dipotong-potong, ditiriskan, atau dibekukan untuk konsumsi akan tetap bebas PPN. Sayuran yang diproses dalam bentuk lain, seperti dikemas atau diawetkan, dapat dikenakan pajak.
11. Ubi-Ubian
Ubi segar yang diproses secara sederhana seperti dicuci, dikupas, dipotong, atau diiris, termasuk dalam barang yang bebas PPN. Ubi yang melalui pengolahan lebih lanjut bisa dikenakan pajak tergantung pada jenis olahan.
12. Bumbu-Bumbuan
Bumbu-bumbu segar seperti rempah-rempah dan herbal, yang dikeringkan tanpa dihancurkan atau ditumbuk, akan bebas PPN. Ini termasuk bahan bumbu yang digunakan dalam masakan sehari-hari, yang tidak mengalami proses pengolahan lebih lanjut.
13. Gula Konsumsi
Gula kristal putih asal tebu yang digunakan untuk konsumsi, tanpa tambahan pewarna atau perasa, tidak akan dikenakan PPN. Ini termasuk gula yang digunakan dalam keperluan rumah tangga sehari-hari tanpa adanya bahan tambahan lain.
Halaman Selanjutnya
Yusuf menuturkan, pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa kenaikan pajak tidak langsung seperti PPN memiliki efek asimetris pada harga.