Bitcoin Anjlok Hampir 29 Persen Pasca Likuidasi Terbesar dalam Sejarah, Rp322 Triliun Hilang dalam Semalam

5 hours ago 3

Minggu, 7 Desember 2025 - 12:17 WIB

Jakarta, VIVA Bitcoin kembali tertekan setelah berhasil rebound 11 persen disusul peristiwa likuiditasi terbesar sepanjang sejarah. Aset emas digital paling berharga di dunia ini merosot hampir 29 persen yang kian menunjukkan volatilitas menjadi ciri khas dari instrumen investasi ini. 

Bitcoin sempat turun ke kisaran US$80.000 pada akhir bulan November 2025 sebelum memantul dan melemah lagi pada pekan ini. Penurunan itu mewakili koreksi sekitar 36 persen dari rekor all time high (ATH) di posisi US$126.000 yang tercapai pada Oktober. 

Aset emas digital masih bergerak di atas US$93.000. Dikutip dari MarketCoinCap hingga pukul 11.00 WIB pada Minggu, 7 Desember 2025, Bitcoin bergerak lebih rendah ke level US$89.738 atau membukukan penurunan hampir 29 persen dari posisi tertingginya.

Tekanan di pasar kripto semakin berat lantaran aksi jual masif yang dilakukan 1,6 juta trader terkena likuidasi paksa dengan nilai total mencapai US$19,37 miliar setara Rp 322,7 triliun (estimasi kurs Rp 16.660 per dolar AS) hanya dalam 24 jam. Kejadian ini memicu efek domino yang memperdalam tekanan jual di seluruh pasar.

Dampaknya masih berlangsung hingga kini. Kondisi pasar ikut memburuk lantaran kekhawatiran bahwa fase bull market mulai mencapai ujungnya.

“[Itu adalah] kejadian likuidasi terbesar dalam sejarah kripto, dan butuh beberapa minggu untuk melihat dampaknya mereda dan pasar kembali stabil,” ujar Founder Token Bay Capital, Lucy Gazmararian, dikutip dari CNBC Internasional pada Minggu, 7 Desember 2025.

Koreksi tajam sontak memicu kekhawatiran investor ritel. Meski demikian, analis menilai volatilitas tersebut masih berada dalam pola normal siklus empat tahunan Bitcoin yang dipengaruhi momentum halving.

"Melihat siklus sebelumnya, volatilitas sebesar ini tampak konsisten dengan tren jangka panjang,” ujar Senior Research Analyst CoinDesk Data, Jacob Joseph.

Data historis memperlihatkan bahwa fluktuasi sebesar ini bukan anomali. Sepanjang siklus tahun 2024 hingga 2025, Bitcoin sudah melewati beberapa koreksi sebesar 32,7 persen pada Maret sampai Agustus 2024.

Kemudian, penurunan tajam juga pernah terjadi sepanjang Januari hingga April 2025 sebesar 31,7 persen. CoinDesk mencatat bahwa pola tersebut masih konsisten dengan pergerakan jangka panjang aset kripto terbesar di dunia itu.

Halaman Selanjutnya

Pada siklus 2017, Bitcoin mengalami dua kali penurunan sekitar 40 persen dalam setahun sebelum mencetak rekor baru. Siklus 2021 pun memperlihatkan pola serupa, termasuk koreksi lebih dari 55 persen ketika China melarang aktivitas penambangan kripto, sebelum akhirnya harga kembali menembus level tertinggi.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |