Jakarta, VIVA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Alexander Marwata, telah mengajukan uji materil atau judicial review terhadap Pasal 36 UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, MK. Dia menyebut alasan gugatan pasal tersebut karena berpotensi dijadikan alat kriminalisasi bagi pimpinan dan pegawai KPK.
"Pasal itu bagi kami (pimpinan dan pegawai) bisa dijadikan alat untuk mengkriminalisasi pimpinan dan pegawai KPK. Rumusan pasal itu tidak jelas, sekali pun dalam penjelasan UU KPK dinyatakan cukup jelas," ujar Alexander Marwata kepada wartawan, Jumat 8 November 2024.
Alex menjelaskan, bahwa ada sebuah ketidakjelasan dalam Pasal 36 UU KPK. Dia menilai ada sebuah perbedaan penafsiran dengan perumus UU.
"UU menyebutkan dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara…dengan alasan apapun. Kalau dengan tersangka sudah jelas perkara sudah ditahap penyidikan dan tersangka sudah ada," kata dia.
"Tapi pihak lain itu siapa? batasan perkara itu di tahap apa? Dengan alasan apa pun itu apa maknanya? Kalo tidak ada penjelasannya bisa jadi penerapannya pun akan semau-maunya penegak hukum," lanjutnya.
Sehingga, Alex menuturkan uji materil yang diajukannya itu mewakili pimpinan KPK saat ini hingga kedepannya.
"Jangan ada keraguan sedikit pun dalam memaknai pasal undang-undang oleh penegak etik maupun penegak hukum. Selain itu juga supaya ada perlakuan yang sama antar penegak hukum," ucap Alex.
"Larangan bertemu/berkomunikasi dengan pihak berperkara hanya berlaku untuk insan KPK, tapi aparat penegak hukum yang lain tidak ada masalah ketika pimpinannya bertemu dg pihak yang berperkara. Ini tidak adil dan diskriminatif," katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengajukan uji materil atau gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pasal 36 dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal tersebut digugat Alex Marwata yang mengatur tentang larangan pertemuan Komisioner KPK dengan pihak berperkara.
"Pimpinan KPK bertindak dalam tugas jabatannya. Pertemuan tersebut selanjutnya oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya dilakukan proses penyelidikan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana Pasal 36 huruf a ini," bunyi gugatan uji materil yang diajukan Alex Marwata dikutip Kamis 7 November 2024.
Alex melayangkan gugatan tersebut lewat pengacaranya pada Senin 4 November 2024. Alex menggugat pasal tersebut lantaran adanya ketidakjelasan dalam pasal 36 tersebut.
"Hal ini menunjukkan secara nyata akibat
Ketidakjelasan Batasan atau kategori larangan hubungan dengan alasan apapun pada pasal a quo telah menyebabkan pemohon 1 harus menjadi terlapor atas dugaan tindak pidana," sambung bunyi uji materil Alex.
Alex menilai dirinya berhak mengajukan uji materil tersebut. Dia mengacu pada pada Pasal 28 D ayat (1) dan Padal 28 D ayat (2) tentang hak pengakuan, jaminan, dan perlindungan, serta kepastian hukum. Pasal 36 yang digugatnya dinilai tidak sejalan dengan beleid lainnya.
“Dengan demikian sangat jelas para Pemohon yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK maupun pegawai KPK lainnya terugikan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan kepastian hukum dalam mengemban tugas dan tanggung jawabnya sesuai Perintah
Undang-Undang,” sebutnya.
Dia pun menyebut gugatan tersebut penting untuknya. Sebab, atas isi pasal yang dinilai tidak jelas ini justru menyeret Alex dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas pertemuannya dengan mantan pejabat Bea Cukai Eko Darmanto.
“Pimpinan KPK yang bebas dari rasa cemas dan was-was jika suatu saat karena kepatuhan dan ketaatan menjalankan tugas tanggungjawab yang berinteraksi maupun berhubungan dengan masyarakat dapat saja dipidana,” kata Alex.
Halaman Selanjutnya
"Larangan bertemu/berkomunikasi dengan pihak berperkara hanya berlaku untuk insan KPK, tapi aparat penegak hukum yang lain tidak ada masalah ketika pimpinannya bertemu dg pihak yang berperkara. Ini tidak adil dan diskriminatif," katanya.