Jakarta, VIVA – Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari meminta kepada Presiden RI Prabowo Subianto untuk menindak tegas para aparat penegak hukum khususnya Kepolisian yang bertindak tidak netral pada Pilkada serentak 27 November, mendatang.
Feri pun mengulas pernyataan sikap Presiden Prabowo yang memastikan tidak akan ikut campur atau cawe-cawe pada Pilkada kali ini.
Hal itu disampaikan Feri usai diskusi bertajuk ‘Demokrasi yang Tergerus Pasca-Reformasi 98, Residu Rezim Jokowi Cawe-Cawe MK, Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024’ di kawasan Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu 6 November 2024.
Ilustrasi pilkada serentak 2024
Photo :
- VIVA.co.id/Andrew Tito
“Ya haruslah (Prabowo bersikap tegas). Kan tidak hanya pernyataan sikap, tetapi juga kemudian perbuatan,” kata Feri.
Feri pun mengungkapkan dua kemungkinan dari pernyataan sikap Presiden Prabowo soal tidak ikut campur dalam Pilkada.
Dalam hal ini, dikaitkan dengan aparat penegak hukum atau kepolisian.
“Kalau dilihat hirarki tindakan pelanggaran Pilkada, ada dua kemungkinan. Satu, ada bawahan presiden yang menentang presiden”.
“Kedua, presiden bisa saja bermain gimmick. Perintahnya A, tetapi yang di bawah tangan lain lagi. Mana yang benar?” ujar Feri.
Meski begitu, dia menaruh harapan bahwa seluruh aparat di seluruh lapisan tingkatan menjalankan perintah presiden untuk menjaga netralitas dan tak melakukan intervensi pada Pilkada.
“Mudah-mudahan presiden memerintahkan sesuai dengan apa yang dikatakan dan tidak ada aparat bawahannya yang bermain mata,” jelasnya
Feri juga menyinggung soal aturan di dalam undang-undang yang telah mengatur soal netralitas aparat dan ASN di dalam Pemilu.
Termasuk, sejumlah sanksi yang bakal diterima bagi para aparat dan ASN yang berani melakukan pelanggaran.
“Di dalam undang-undang kan mereka dilarang untuk berpihak. Tidak hanya bisa dipindahkan, diturunkan jabatan, bahkan bisa diberhentikan. Bahkan bisa dipidana. Sekarang patuhi undang-undang atau tidak? Itu saja. Atau kita mengabaikan proses kecurangan ini terjadi dan mengabaikan ketentuan undang-undang,” tegas Feri.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid justru ragu dengan netralitas dari Kapolri maupun jajaran di bawahnya, termasuk Kapolda.
Sebab, dia mengendus residu Pilpres 2024 masih akan terbawa ke Pilkada. Dimana, aparat penegak hukum bakal mengikuti arah angin politik Joko Widodo (Jokowi).
“Saya masih meragukan itu ya. Saya kira bekas pemilu 2024 kemarin, Pilpres itu masih terasa sampai sekarang kan. Masih ada kesan bahwa aparat kepolisian cenderung mengikuti arah angin politik Jokowi yang memang dalam hal ini sudah bekerja sama dengan Prabowo,” kata Usman.
Dia pun menduga, justru sejumlah petinggi kepolisian di Mabes Polri maupun di tingkat Polda resah pada kecenderungan pimpinannya yakni Kapolri yang kurang netral.
Apalagi, adanya kedekatan pribadi atau masa karirnya di masa lalu dengan Jokowi yang sangat berpengaruh besar.
“Nggak mungkin (Kapolda tak netral dicopot), kecuali dia mengambil pilihan yang berbeda dengan apa yang diharapkan menguntungkan pemerintah, karena pemerintah sekarang dengan pemerintah yang lalu kan sebenarnya tidak berbeda,” jelasnya.
Hadir sebagai pembicara lain dalam acara itu diantaranya Tokoh Pro Demokrasi dan HAM, Todung Mulya Lubis dan Ketua DPP PDI Perjuangan, Ronny Talapessy.
Halaman Selanjutnya
“Kedua, presiden bisa saja bermain gimmick. Perintahnya A, tetapi yang di bawah tangan lain lagi. Mana yang benar?” ujar Feri.