Jakarta, VIVA – Usai Persepi atau Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia, menjatuhi hukuman kepada Poltracking Indonesia yang disusul keluarnya lembaga itu, sejumlah lembaga lain seperti Parameter Politik Indonesia atau PPI dan Voxpol Center Research and Consulting, melakukan hal serupa. Walau yang bersengketa sebenarnya adalah Poltracking saja terkait beda hasil survei Pilkada Jakarta.
Menyikapi polemik tersebut, Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Prof Karim Suryadi, menyoroti persoalan ini pada sisi Persepi. Sebab perbedaan survei yang dipersoalkan dari hasil di Jakarta, tetapi di daerah lain juga menurutnya ada yang berbeda tapi tidak disoal.
"Kalau Jakarta itu Poltracking beda jauh dari yang lain-lain dengan memenangkan Ridwan Kamil, itu sama kasusnya dengan Jawa Tengah di mana SMRC, Kompas, LKPI itu memenangkan Andika-Hendrar. SMRC dengan Litbang Kompas tipis, tapi LKPI itu menang jauh, tapi enggak diapa-apain," kata Prof Karim saat dikonfirmasi, Kamis 11 November 2024.
"Pertanyaannya, kalau yang jomplang itu yang menyebabkan Poltracking diperiksa, lalu mengapa LSI Denny JA tidak diperiksa? Kan sama-sama anggota Persepi. Maksud saya, saya setuju ada penegakan etik dari para polster ini," lanjutnya.
Menurutnya, saat hasil survei itu diekspos ke publik maka bukan lagi menjadi masukan dari kandidat. Dia tidak mempersoalkan keberadaan dewan etik yang memeriksa. Tetapi menurutnya tetap harus netral dan objektif, serta tidak berpihak.
“Yang menjadi pertanyaan saya bagaimana tingkat independensi dan obyektifitas dewan etik. Apakah dewan etik keanggotannya itu terbebas dari kepentingan lembaga survei atau tidak. Jadi publik bertanya-tanya, apakah murni ingin menegakan etik atau jangan-jangan rebutan kavling, rebutan lahan. Itu yang tidak baik," jelasnya.
Menurutnya perlu bagi Persepi untuk memberi penjelasan secara terbuka ke publik. Terutama terkait dengan putusan kalau apa yang telah dijatuhkan itu adalah bentuk independensi, terbebas dari kepentingan manapun.
"Harus jelaskan secara terbuka. Dan yang paling penting menurut saya bukan Poltracking punya dua data, bukan itu, tapi juga menjelaskan bagaimana tingkat independensi keanggotaan dewan etik dan mereka tak punya kepentingan. Mereka harus menyatakan mereka tak punya kepentingan dengan lembaga survei manapun, itu yang penting," jelasnya.
Lebih lanjut dijelaskannya, bila memang dewan etik adil maka yang ditindak bukan saja terkait pilkada Jakarta. Tetapi juga daerah yang lain yang hasil antar lembaga juga tidak sama.
"Mengapa misalnya Jakarta yang dicermati, yang Jawa Tengah tidak. Ada urusan apa? Kan sama-sama melibatkan kepentingan publik. Jangan ada tebang pilih, kemudian independensi keanggotaan dewan etik itu mutlak harus dimiliki,” pungkasnya.
PPI dan Voxpol Center Ikut Poltracking Keluar Persepi
Dari surat yang beredar, Parameter Politik Indonesia atau PPI, menyatakan diri mundur dari Persepi. Tidak ada rincian penjelasan secara gamblang. Apalagi apakah sikap itu terkati kisruh Persepi dengan Poltracking yang berbeda survei dengan LSI terkait Pilgub Jakarta.
"Kami sampaikan bahwa Parameter Politik Indonesia, menyatakan diri mundur dan keluar secara sukarela dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi)," demikian pernyataan melalui surat yang ditandatangani Direktur Parameter Politik Indonesia, Sadam Husen Falahuddin, Rabu 6 November 2024.
Saat dikonfirmasi, peneliti senior PPI Adi Prayitno membenarkan kalau lembaganya tersebut memutuskan mundur dari Persepi. "Iya mundur karena alasan internal PPI," katanya. Walau dia menepis mundur itu karena kistruh Poltracking dengan Persepi.
Lembaga Voxpol Center Research and Consulting, juga memutuskan untuk mundur dari Persepi, seperti dalam suratnya. "Melalui surat ini, kami Voxpol Center Research and Consulting menyatakan keluar dari keanggotaan Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi)," demikian bunyi suratnya.
Sebelumnya, Poltracking menyatakan mundur setelah Dewan Etik Persepi mengeluarkan keputusan memberi sanksi terkait beda hasil survei antara Poltracking dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI).
"Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar dari Persepi bukan karena melanggar etik,” ucap Direktur Poltracking Indonesia, Masduri Amrawi dalam keterangan tertulisnya, Selasa 5 November 2024.
Pihaknya menganggap dewan etik tidak adil memutuskan perkara perbedaan hasil survei pilkada Jakarta antara Poltracking dengan LSI tersebut.
"Lebih jauh lagi hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik. Bagi kami ini penting juga untuk disampaikan ke publik, tetapi dewan etik Persepi tidak melakukan ini," kata Masduri.
Halaman Selanjutnya
"Harus jelaskan secara terbuka. Dan yang paling penting menurut saya bukan Poltracking punya dua data, bukan itu, tapi juga menjelaskan bagaimana tingkat independensi keanggotaan dewan etik dan mereka tak punya kepentingan. Mereka harus menyatakan mereka tak punya kepentingan dengan lembaga survei manapun, itu yang penting," jelasnya.