Minggu, 7 Desember 2025 - 18:48 WIB
Kolombo, VIVA – Sri Lanka mengeluarkan peringatan baru terkait potensi longsor setelah hujan deras kembali mengguyur wilayah-wilayah yang baru saja porak-poranda akibat siklon kuat. Jumlah korban tewas di negara itu kini mencapai 618 jiwa, sementara total korban di berbagai negara Asia telah melampaui 1.800 orang.
Pusat Manajemen Bencana (DMC) Sri Lanka pada Minggu memperingatkan bahwa badai monsun memperparah kondisi tanah dan membuat lereng perbukitan semakin tidak stabil, terutama di wilayah pegunungan tengah dan dataran tengah barat laut.
Lebih dari dua juta warga — hampir 10 persen populasi — terdampak banjir dan tanah longsor yang dipicu krisis iklim, menyusul terjangan Siklon Ditwah yang disebut sebagai yang terburuk melanda pulau tersebut dalam satu abad terakhir.
Banjir bandang terjang Sri Lanka
Misi penyelamatan terus berlangsung. Helikopter dan pesawat dikerahkan untuk menjangkau komunitas yang terisolasi akibat longsor di wilayah tengah negara itu.
Angkatan Udara Sri Lanka mengonfirmasi telah menerima satu pesawat penuh bantuan kemanusiaan dari Myanmar, menambah gelombang bantuan internasional yang terus berdatangan.
Pemerintah Sri Lanka mencatat sedikitnya 618 orang meninggal dunia, dengan 464 korban berasal dari wilayah perkebunan teh di kawasan tengah. Sebanyak 209 orang masih dilaporkan hilang.
Jumlah pengungsi di kamp-kamp yang dikelola pemerintah berangsur menurun menjadi sekitar 100.000 orang, dari puncaknya yang mencapai 225.000, seiring air banjir mulai surut.
Kerusakan infrastruktur masif. Lebih dari 75.000 rumah mengalami kerusakan, hampir 5.000 di antaranya hancur total.
Seorang pejabat senior memperkirakan biaya pemulihan dan rekonstruksi bisa menembus 7 miliar dolar AS.
Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan sedang mempertimbangkan permintaan tambahan dana darurat sebesar 200 juta dolar AS guna mendukung proses rekonstruksi Sri Lanka.
Presiden Sri Lanka, Anura Kumara Dissanayake, mengakui kondisi ekonomi negaranya mulai pulih, namun belum cukup kuat untuk menghadapi gelombang bencana besar kali ini tanpa bantuan internasional.
Di Indonesia, situasi tak kalah dramatis. Banjir dan tanah longsor yang melanda Pulau Sumatra telah merenggut lebih dari 900 korban jiwa.
Di Aceh Tamiang, para penyintas terpaksa berjalan kaki hingga satu jam melewati puing-puing kayu dan bangkai kendaraan demi mencari bantuan.
Halaman Selanjutnya
Seorang pedagang pakaian di Desa Kampung Dalam, Joko Sofyan, mengatakan warga terpaksa meminum air yang sama dengan air yang merendam dan menghancurkan rumah mereka, menyebabkan banyak anak jatuh sakit.

10 hours ago
4









