Mengenang Kembali Marsinah, Aktivis Serikat Buruh yang Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional

3 weeks ago 9

Senin, 10 November 2025 - 13:01 WIB

Jakarta, VIVA – Setiap zaman punya pahlawannya sendiri. Ada yang berjuang di medan perang dengan bambu runcing, ada pula yang melawan penindasan dengan suara dan keberanian. 

Di antara deretan nama besar dalam sejarah bangsa, ada Marsinah, seorang buruh perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur, yang melawan ketidakadilan di era kerasnya Orde Baru.

Tiga puluh tahun lebih sejak kepergiannya, Presiden Prabowo Subianto menganugerahinya gelar Pahlawan Nasional. Penganugerahan ini dilakukan tepat pada peringatan Hari Pahlawan, Senin, 10 November 2025.

Mengenang Marsinah

Aktivis buruh Marsinah dianugerahi gelar pahlawan nasional

Photo :

  • Yeni Lestari/VIVA

Marsinah lahir di Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur, pada 10 April 1969. Ia dibesarkan oleh nenek dan bibinya dalam kehidupan serba sederhana. Untuk membantu ekonomi keluarga, Marsinah kecil berjualan makanan ringan sepulang sekolah. Meski hanya menempuh pendidikan sampai di pesantren Muhammadiyah, semangat belajarnya tinggi dan pikirannya kritis terhadap ketimpangan sosial yang ia lihat sejak dini.

Setelah dewasa, Marsinah bekerja di pabrik jam tangan PT Catur Putra Surya (CPS) di Porong, Sidoarjo. Di tempat inilah ia dikenal sebagai sosok yang vokal memperjuangkan hak-hak rekan buruh. 

Ketika pemerintah Provinsi Jawa Timur mengimbau perusahaan menaikkan gaji pokok sebesar 20 persen, manajemen PT CPS menolak dan hanya menaikkan tunjangan. Penolakan itu memicu kemarahan para pekerja, dan Marsinah berada di garis depan memperjuangkan keadilan.

Pada awal Mei 1993, ia memimpin aksi mogok kerja bersama rekan-rekannya. Beberapa hari setelah aksi mogok, 13 buruh dipanggil ke Koramil Sidoarjo dan dipaksa mengundurkan diri. 

Mendengar hal itu, Marsinah tak tinggal diam. Ia mendatangi kantor Kodim untuk menanyakan nasib mereka. Namun, setelah itu, ia menghilang tanpa jejak.

Pada 8 Mei 1993, jasadnya ditemukan di sebuah gubuk di Hutan Wilangan, Nganjuk. Tubuh Marsinah penuh luka dan tanda-tanda penyiksaan. Berdasarkan hasil autopsi, ia mengalami kekerasan berat sebelum meninggal dunia. 

Kasus ini sontak mengguncang publik dan menjadi simbol pelanggaran HAM pada masa Orde Baru. Pemerintah lalu membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur untuk menyelidiki kasus tersebut. 

Delapan petinggi PT CPS ditangkap tanpa prosedur resmi dan disiksa agar mengaku. Namun, hasil penyelidikan menunjukkan adanya banyak kejanggalan.

Halaman Selanjutnya

Pada akhirnya, Mahkamah Agung membebaskan seluruh terdakwa karena tidak cukup bukti. Meski kasusnya sempat menyeret beberapa pihak, pelaku sebenarnya pembunuhan Marsinah tak pernah diadili hingga kini.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |