Jakarta, VIVA – Setiap tahun, jutaan umat Muslim dari seluruh dunia berkumpul di Arab Saudi untuk menjalankan ibadah haji dan umrah. Pergerakan massa dalam jumlah besar ini membawa konsekuensi kesehatan yang tidak bisa dianggap ringan, salah satunya risiko penyebaran penyakit meningokokus invasif — infeksi mematikan yang bisa merenggut nyawa dalam hitungan kurang dari satu hari.
Menurut data Kementerian Agama per Juni 2025, lebih dari 22 persen jemaah haji tahun ini atau sekitar 44 ribu orang berada dalam kelompok lanjut usia. Mayoritas dari mereka memiliki komorbid, dan jumlah jemaah dengan sepuluh komorbid terbanyak menunjukkan peningkatan. Kondisi tersebut membuat kelompok ini semakin rentan terserang penyakit seperti meningokokus. Lalu, apa itu penyakit meningokokus? Scroll untuk tahu lebih lanjut, yuk!
Ketua Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (PERDOKHI), Dr. dr. Syarief Hasan Lutfie, SpKFR, MARS, AIFO–K, menjelaskan bahwa lingkungan haji dan umrah menjadi faktor risiko yang signifikan.
“Potensi penularan penyakit meningokokus invasif dipengaruhi suhu, kelembapan, kontak erat, polusi udara, dan kelelahan fisik,” ungkap dr Syarief saat Peluncuran Vaksin Meningitis Konjugat dari Kalventis, yang digelar Kalbe di Jakarta, baru-baru ini.
Ia menambahkan bahwa risiko meningkat karena adanya jutaan jemaah dari berbagai negara yang berkumpul dalam satu tempat.
"Risiko semakin tinggi karena terdapat jutaan jemaah dari ratusan negara berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji dan umrah. Termasuk, jemaah dari wilayah sub-sahara Afrika yang termasuk kawasan meningitis belt,” jelas dr. Syarief.
Meningokokus, Ancaman Serius yang Menyebar Lewat Droplet
Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI, dr. Suzy Maria, Sp.PD-KAI, MSc, memaparkan bahwa penyakit ini dikenal sebagai invasive meningococcal disease (IMD) dan disebabkan oleh bakteri Neisseriae meningitidis.
"Penularannya bisa melalui droplet saat batuk atau bersin, kontak erat dengan orang yang terinfeksi. Penyakit ini berbahaya karena dapat menyebabkan kematian kurang dari 24 jam. Bila seseorang sembuh pun masih terdapat gejala sisa seperti kehilangan pendengaran, kejang, dan amputasi,” ungkapnya.
Gejalanya bisa berupa demam tinggi, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun, dr. Suzy mengingatkan bahwa bakteri tersebut dapat bertahan lama tanpa menimbulkan gejala.
Halaman Selanjutnya
“Namun patut diwaspadai fakta bahwa bakteri Neisseriae meningitidis bisa bertahan hingga berbulan-bulan di area nasofaring. Angka kejadian carrier juga biasanya meningkat setelah kepulangan haji dan umrah, sehingga dapat menularkan ke keluarga,” paparnya.

8 hours ago
3









