Jakarta, VIVA – PDI Perjuangan (PDIP) mengungkapkan temuan dugaan cawe-cawe Presiden ke-7 Joko Widodo pada Pilkada 2024. Salah satu temuan itu dugaan keterlibatan sejumlah kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) seperti Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sumatra Utara, dan Jawa Timur yang cawe-cawe dalam proses Pilkada 2024.
Karena itu, kata Ketua DPP PDI Perjuangan Ronny Talapessy, pihaknya mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi dan mencopot sejumlah Kapolda yang diduga cawe-cawe dalam Pilkada 2024. Apalagi Presiden Prabowo telah mengeluarkan pernyataan bahwa pemerintahan termasuk aparat kepolisian tidak boleh berpihak kepada salah satu pasangan calon di Pilkada 2024.
“Kami menemukan pola cawe-cawe Jokowi di Jawa Tengah itu seperti Kapolda Irjen Ribut Hari Wibowo yang pernah menjabat Kapolres Solo. Begitu pun calon gubernurnya Ahmad Luthfi pernah jadi Kapolres Solo. Kami bahkan temukan anggota polisi di Boyolali terbukti cawe-cawe dalam Pilkada 2024. Ini tentu saja bertentangan dengan arahan Presiden Prabowo, sehingga perlu ada evaluasi terhadap Kapolda (Ribut) Jawa Tengah,” tegas Ronny dalam diskusi bertajuk Demokrasi yang Tergerus Pasca-Reformasi 98, Residu Rezim Jokowi Cawe-Cawe MK, Pemilu 2024 dan Pilkada Serentak 2024 di kawasan Jakarta Selatan, Rabu 6 November 2024.
Ketua DPP PDIP Eriko Sotarduga (kiri) bersama Ketua DPP Bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional PDIP Ronny Talapessy (kanan) dalam konferensi pers di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Kamis, 26 September 2024.
Berdasarkan fakta itu, kata Ronny, pihaknya berharap Presiden Prabowo Subianto membuktikan integritasnya terkait janji untuk tidak mengintervensi proses Pilkada. Kemudian, Ronny pun mendesak Presiden Prabowo untuk memanggil Kapolri untuk segera mengevaluasi dan mencopot Kapolda yang diduga tidak netral di Pilkada.
"Ini merupakan harapan dari masyarakat agar demokrasi yang rusak pasca-Pilpres 2024 yang kemarin itu tidak kembali terjadi. Dengan demikian, proses demokrasi ini berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tapi faktanya anggota kepolisian banyak tidak tunduk terhadap instruksi presiden,” kata Ronny.
“Maka itu kami berharap ada tindakan tegas dari Presiden Prabowo Subianto terhadap Kapolda Jateng, Sumut, Wakapolda Jatim, Kapolda Kalbar, Kapolda Sulut, Kapolda Papua,” tegas Ronny.
Di samping itu, kata Ronny, pihaknya juga menemukan pola lainnya seperti tindakan pengerahan aparat penegak hukum, aparatur sipil negara (ASN) hingga intervensi kepada para kepala desa di sejumlah daerah. "Tren tidak berhenti hanya di pilpres, tapi juga cawe-cawe Jokowi ini perannya sangat terlihat di Pilkada,” kata Ronny.
“Misalnya di Jawa Tengah kami menemukan 386 kasus pelanggaran netralitas ASN dan kepala desa yang dikerahkan untuk mendukung paslon tertentu," sambung Ronny.
Temuan-temuan kecurangan tersebut, kata Ronny, pihak Bawaslu Jawa Tengah telah merekomendasikan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) pusat. Namun, laporan sampai kini belum mendapatkan sanksi yang tegas terhadap ASN yang terlibat.
Selain Jawa Tengah, kata Ronny, pola kecurangan serupa juga terjadi di beberapa wilayah seperti Jawa Timur, Banten, Sulawesi Utara, Sumatera Utara, Kalbar, hingga Maluku dan Papua.
"Pola cawe-cawe ini tidak terjadi secara parsial, tapi kami melihat ini sistem komando dari tingkatan Polda, Polres dan Polsek, lalu camat hingga kepada kepala desa. Di Sulawesi Utara ada pemanggilan kepolisian dan kepala desa secara serentak pemanggilan ini sistemik dan tidak berdiri sendiri, jika tidak ditindak akan merusak iklim demokrasi,” tandas Ronny.
Sebagai bentuk pencegahan, kata Ronny, PDIP membentuk 10 ribu posko hukum di setiap provinsi untuk mengawasi keberlangsungan Pilkada dari segala bentuk intimidasi dan kecurangan.
“Maka hal-hal yang kami lakukan contohnya di Jawa Tengah, kami membentuk posko hukum 10 ribu posko. Itu adalah adanya di rumah-rumah masyarakat yang ikut mengawasi kecurangan-kecurangan atau intimidasi-intimidasi yang terjadi,” kata Ronny.
Dia pun berharap dengan adanya pengawasan ini, masyarakat dapat memilih pasangan calon berdasarkan hati nurani. Tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Termasuk, melaporkan kepada Posko jika melihat, menyaksikan atau menerima intimidasi dari aparat dalam Pilkada.
Hadir sebagai pembicara lain dalam acara itu diantaranya Tokoh Pro Demokrasi dan HAM, Todung Mulya Lubis, Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid.
Halaman Selanjutnya
Di samping itu, kata Ronny, pihaknya juga menemukan pola lainnya seperti tindakan pengerahan aparat penegak hukum, aparatur sipil negara (ASN) hingga intervensi kepada para kepala desa di sejumlah daerah. "Tren tidak berhenti hanya di pilpres, tapi juga cawe-cawe Jokowi ini perannya sangat terlihat di Pilkada,” kata Ronny.