Jakarta, VIVA – Wakil Menteri Luar Negeri RI Arif Havas Oegroseno menegaskan bahwa politik luar negeri (polugri) Indonesia yang bebas dan aktif tidak sama dengan netral.
“Netral itu adalah suatu kondisi hukum sesuai hukum internasional dalam hubungan antar negara yang terkait dengan peperangan,” kata Havas dalam acara Kantor Komunikasi Kepresidenan “Double Check: Buah Muhibah Presiden Prabowo dari Dunia Internasional” di Jakarta, Sabtu.
Havas mengatakan bahwa netralitas merupakan suatu hal yang harus dideklarasikan secara spesifik seperti yang dilakukan Swiss pada masa Perang Dunia ke-2.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi (tengah) menghadiri Pertemuan Dewan Politik Keamanan ASEAN ke-25 di Phnom Penh, Kamboja, Kamis (10/11/2022).
Photo :
- ANTARA / HO-Kemenlu RI.
“Pada saat Perang Dunia ke-2, dia (Swiss) mengatakan dirinya netral, jadi dia tidak berpihak pada suatu peperangan yang ada,” kata Havas.
Menurut Havas, terjemahan dari bebas dan aktif adalah independen dan aktif, di mana independen artinya secara mandiri memiliki kemampuan untuk menentukan kebijakan negara tanpa tekanan dari negara lain.
Sedangkan aktif adalah secara aktif berkontribusi terhadap perkembangan di dunia, menciptakan perdamaian, juga secara aktif melakukan kegiatan politik luar negeri yang berkaitan dengan kepentingan di dalam negeri, tutur Havas.
Ia memberi contoh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) yang tidak bisa memiliki kemandirian dalam kebijakan luar negeri dan pertahanan mereka karena harus bergantung pada kelompoknya, bergantung pada anggotanya masing-masing.
“Ini yang membedakan antara kita dengan banyak negara lain yang memiliki pakta militer,” tambah Havas.
Selain itu, Havas berpendapat bahwa situasi sekarang menciptakan suatu kondisi di mana negara-negara harus mendayung di antara banyak karang, seperti negara superpowers, kemudian individu seperti teroris, judi daring, serta perubahan iklim yang menjadi ancaman bagi negara-negara, termasuk Indonesia.
Presiden RI Prabowo Subianto dan pemimpin negara lain saat menghadiri KTT BRICS 2025 (sumber foto: Muchlis Jr - Biro Pers Sekretariat Presiden)
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Dalam konteks tersebut, Havas melanjutkan, aktivitas kunjungan luar negeri yang dilakukan oleh Presiden RI Prabowo Subianto merupakan kegiatan untuk menguatkan kemitraan, dengan Asia Tenggara sebagai pusatnya, dalam menangani ancaman-ancaman tersebut.
Havas juga menyebutkan bahwa kunjungan Prabowo ke negara-negara Timur Tengah dan negara-negara berkembang di kawasan Amerika Latin menunjukkan bahwa Indonesia dekat dengan Global South.
“Ini semua juga menunjukkan bahwa Indonesia ini bisa tetap menjadi teman semua pihak, tapi tidak hanya teman yang sifatnya tidak substantif, teman yang juga punya suatu hubungannya yang sangat solutif,” tuturnya.
Hubungan yang solutif itu ditunjukkan dengan upaya penyelesaian negosiasi dagang dengan AS, kerja sama investasi dengan China, kerja sama bidang pertanian dengan Rusia, dan menyelesaikan perundingan yang sudah berlangsung bertahun-tahun dengan Eropa, jelas Havas. (Ant)
Halaman Selanjutnya
“Ini yang membedakan antara kita dengan banyak negara lain yang memiliki pakta militer,” tambah Havas.