PPN 12% Membebani? Ini Alasan Mengapa Frugal Living Bisa Guncang Ekonomi RI

2 days ago 1

VIVA – Rencana pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 memicu kekhawatiran besar di kalangan masyarakat. Di tengah pemulihan ekonomi yang masih rapuh, kebijakan ini dipandang memberatkan terutama bagi kelompok masyarakat dengan daya beli yang terbatas.

Sebagai respons, masyarakat mulai mengadopsi gaya hidup hemat atau frugal living lifestyle untuk menyesuaikan pengeluaran dengan kondisi ekonomi. Namun, upaya ini bukannya tanpa risiko. Menurut pakar ekonomi, kampanye frugal living justru berpotensi memperburuk penurunan angka konsumsi, yang merupakan salah satu motor utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Bagaimana sebenarnya dampak frugal living terhadap ekonomi RI? Apakah ada solusi yang dapat diambil untuk mencegah dampak buruk ini? Artikel ini akan membahas lebih lanjut peran konsumsi dalam perekonomian, tantangan yang muncul akibat kenaikan PPN, dan langkah-langkah yang bisa diambil masyarakat dan pemerintah untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Mengapa Konsumsi Sangat Penting bagi Ekonomi Indonesia?

Konsumsi rumah tangga memegang peran vital dalam perekonomian Indonesia, menyumbang lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dengan kontribusi yang sangat besar ini, setiap perubahan pada tingkat konsumsi akan berdampak signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi. Ketika konsumsi menurun, efek domino yang muncul bisa memperlambat roda perekonomian secara keseluruhan. Menurut Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto, penurunan konsumsi yang kini berada di angka 4,9% dapat melorot ke kisaran 4,75%-4,8% jika kampanye frugal living terus digaungkan di masyarakat. Penurunan ini tidak hanya memengaruhi sektor konsumsi tetapi juga menjadi ancaman serius terhadap pencapaian target pertumbuhan ekonomi sebesar 5% yang dicanangkan untuk tahun mendatang.

Lebih jauh, Eko menegaskan bahwa pola hidup hemat yang ekstrem dapat menggerus permintaan terhadap berbagai produk dan jasa, yang selama ini menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi. Ketika konsumsi melambat, sektor industri dan perdagangan ikut terpukul, menyebabkan penurunan produksi dan kemungkinan peningkatan angka pengangguran. Oleh karena itu, meskipun frugal living memiliki manfaat di level individu, dampaknya terhadap perekonomian makro perlu menjadi perhatian bersama.

PPN 12%: Kebijakan yang Memicu Kekhawatiran

Rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 dipandang sebagai beban tambahan bagi masyarakat. Kebijakan ini dinilai mempersempit ruang gerak daya beli, terutama di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dari dampak pandemi.

Dalam kondisi normal, kenaikan tarif pajak mungkin dapat diterima sebagai upaya meningkatkan pendapatan negara. Namun, di tengah pelemahan ekonomi saat ini, langkah tersebut dianggap kurang tepat. Terlebih, sektor manufaktur juga menunjukkan tanda-tanda pelemahan dengan Purchasing Managers' Index (PMI) yang turun ke posisi 48,9 pada bulan terakhir.

Frugal Living: Respons Wajar, Dampak Tak Terduga

Di tengah tekanan ekonomi, banyak masyarakat memilih frugal living sebagai strategi bertahan. Frugal living sendiri mengacu pada gaya hidup hemat yang menitikberatkan pada pengeluaran seminimal mungkin untuk kebutuhan yang benar-benar penting.

Namun, dampaknya pada perekonomian cukup signifikan. Ketika masyarakat memangkas pengeluaran, sektor usaha juga akan merasakan imbasnya. Target omzet unit-unit usaha dapat terkoreksi, yang pada akhirnya menekan angka konsumsi lebih dalam.

Menurut Eko, jika tren frugal living terus berkembang tanpa diimbangi stimulus ekonomi, Indonesia bisa mengalami "gelombang resesi konsumsi." Dalam skenario terburuk, sektor-sektor yang sangat bergantung pada konsumsi rumah tangga, seperti ritel dan jasa, akan terpukul keras.

Apa Solusi yang Bisa Diambil?

Untuk menghadapi tantangan yang timbul dari kampanye frugal living dan menjaga stabilitas konsumsi dalam perekonomian, berbagai solusi perlu diterapkan secara strategis. Berikut adalah langkah-langkah yang dapat diambil:

1. Pemerintah Perlu Memberikan Stimulus Ekonomi

Pemerintah memiliki peran kunci dalam mencegah dampak buruk dari pola konsumsi yang menurun. Salah satu solusi utama adalah memberikan stimulus ekonomi, baik dalam bentuk fiskal maupun non-fiskal. Stimulus fiskal, misalnya, dapat berupa insentif pajak untuk pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang telah lama menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Dengan insentif ini, UMKM dapat bertahan menghadapi tekanan ekonomi, memperluas produksi, dan menciptakan lapangan kerja.

Selain itu, langkah non-fiskal seperti memperketat tata kelola impor ilegal dinilai sangat penting. Impor ilegal sering kali merugikan pelaku usaha lokal dan menciptakan persaingan yang tidak sehat. Eko Listiyanto, Direktur Pengembangan Big Data INDEF, menekankan bahwa pemberantasan pungutan liar (pungli) dan impor ilegal akan memberikan kepercayaan lebih kepada dunia usaha. “Berantas pungli dan impor ilegal. Langkah ini bisa memberikan ekspektasi positif kepada dunia usaha,” ujar Eko dalam seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025. Langkah ini tidak hanya melindungi industri lokal tetapi juga menciptakan ekosistem bisnis yang lebih adil dan kompetitif.

2. Menciptakan Insentif Khusus bagi Kelas Menengah

Kelompok kelas menengah memegang peran strategis dalam menjaga stabilitas konsumsi nasional. Mereka memiliki daya beli yang signifikan, tetapi juga cenderung lebih cepat terpengaruh oleh kenaikan harga dan kebijakan ekonomi yang kurang berpihak. Untuk itu, pemerintah perlu merancang insentif khusus yang mampu mendorong kelompok ini tetap aktif dalam konsumsi tanpa mengurangi kenyamanan mereka.

Beberapa langkah yang bisa diambil termasuk menahan kenaikan tarif transportasi umum, yang dapat meringankan beban pengeluaran harian. Selain itu, penyediaan Wi-Fi gratis di ruang-ruang publik akan mendukung produktivitas dan memberikan akses digital yang lebih luas. Pemerintah juga dapat menyediakan kursus gratis atau bersubsidi untuk meningkatkan keterampilan masyarakat kelas menengah. Langkah ini tidak hanya mendorong konsumsi tetapi juga memperkuat daya saing individu dalam pasar tenaga kerja.

3. Mengedukasi Masyarakat tentang Konsumsi Bijak

Kampanye frugal living sering disalahartikan sebagai upaya memangkas semua jenis pengeluaran. Padahal, inti dari gaya hidup ini adalah mengelola keuangan dengan bijak, tanpa harus mengorbankan kebutuhan konsumsi penting yang mendukung perekonomian. Untuk itu, edukasi publik menjadi solusi yang tidak kalah penting.

Pemerintah dan lembaga terkait perlu mendorong kesadaran masyarakat tentang pentingnya konsumsi bijak. Hal ini bisa mencakup pembelian produk lokal, yang memiliki dampak langsung pada perputaran roda ekonomi dalam negeri. Dengan membeli produk lokal, masyarakat tidak hanya memenuhi kebutuhan mereka tetapi juga membantu UMKM dan sektor industri berkembang. Edukasi ini juga dapat dilakukan melalui kampanye publik yang menarik, seperti seminar keuangan, aplikasi pengelolaan uang, atau program televisi yang membahas pentingnya mengatur pengeluaran tanpa mengurangi kualitas hidup.

Solusi-solusi ini memerlukan sinergi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Dengan stimulus ekonomi yang tepat, insentif yang mendukung kelas menengah, serta edukasi tentang konsumsi bijak, perekonomian Indonesia dapat tetap stabil meski di tengah perubahan pola konsumsi akibat frugal living. Langkah-langkah ini, jika dilakukan secara konsisten, akan memastikan konsumsi tetap menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional.

Bagaimana Masyarakat Bisa Berkontribusi?

Masyarakat memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, terutama di tengah tantangan seperti penurunan konsumsi akibat kampanye frugal living. Ada berbagai cara sederhana namun berdampak besar yang dapat dilakukan masyarakat untuk membantu menggerakkan roda perekonomian:

  1. Prioritaskan Produk Lokal

Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan adalah memprioritaskan pembelian produk buatan dalam negeri. Dengan memilih produk lokal, masyarakat tidak hanya mendapatkan barang berkualitas tetapi juga turut mendukung pelaku usaha lokal, terutama UMKM. Perputaran uang dalam negeri akan meningkat, menciptakan lapangan kerja, dan membantu usaha kecil berkembang lebih cepat. Dukungan terhadap produk lokal juga mengurangi ketergantungan pada barang impor, sehingga membantu stabilitas neraca perdagangan Indonesia.

Berhemat tidak berarti memangkas semua jenis pengeluaran. Sebaliknya, masyarakat perlu mengadopsi pendekatan bijak dalam mengatur keuangan. Fokuskan pengeluaran pada kebutuhan penting seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan, sembari tetap memberikan ruang untuk konsumsi yang menopang sektor ekonomi. Misalnya, membeli produk dengan nilai tambah bagi keluarga atau memanfaatkan diskon untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan begitu, pola hidup hemat tetap berjalan tanpa menghentikan aliran konsumsi yang krusial bagi perekonomian.

UMKM adalah tulang punggung ekonomi Indonesia yang menyumbang sekitar 60% terhadap PDB nasional. Dengan berbelanja di UMKM, masyarakat tidak hanya memperoleh produk yang sering kali lebih terjangkau dan unik, tetapi juga memberikan dampak positif bagi ekonomi lokal. Setiap transaksi di UMKM menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Selain itu, masyarakat juga dapat membantu mempromosikan produk UMKM melalui media sosial atau rekomendasi kepada teman dan keluarga, sehingga memperluas jangkauan pasar usaha kecil.

Peran masyarakat dalam perekonomian sangat penting, terutama di masa-masa penuh tantangan. Dengan mendukung produk lokal, berhemat secara bijak, dan memprioritaskan UMKM, masyarakat dapat berkontribusi langsung dalam menjaga stabilitas ekonomi. Langkah-langkah sederhana ini, jika dilakukan secara kolektif, akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.


Kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 memang menjadi tantangan besar bagi perekonomian Indonesia. Namun, dengan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah, dampak buruk dapat diminimalkan.

Frugal living adalah respons wajar terhadap tekanan ekonomi, tetapi jika tidak diimbangi kebijakan yang tepat, potensi krisis konsumsi sangat nyata. Oleh karena itu, langkah seperti pemberian stimulus, insentif bagi kelas menengah, dan edukasi konsumsi bijak harus segera dilakukan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tetap berada di jalur yang aman.

Sebagai masyarakat, mari kita bijak dalam berhemat dan tetap mendukung perekonomian nasional. Sebab, stabilitas ekonomi adalah tanggung jawab bersama.

Halaman Selanjutnya

Frugal Living: Respons Wajar, Dampak Tak Terduga

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |