Jakarta, VIVA – Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) melaporkan total utang negara Paman Sam mencapai US$38.019.813.354.700 atau Rp 634.379 triliun (estimasi kurs Rp 16.690 per dolar AS) pada Selasa, 4 November 2025. Nominal jumbo tersebut menjadi rekor utang tertinggi yang pernah AS catatkan.
Menurut lembaga riset yang berpusat di Washington, DC, Peter G. Peterson Foundation, jumlah tersebut berarti setiap warga AS menanggung beban utang sekitar US$111.000 atau Rp 1,8 miliar. Nilai utang itu bahkan setara dengan gabungan ekonomi lima negara besar dunia, yakni China, India, Jepang, Jerman, dan Inggris.
Lonjakan utang ini mencerminkan jurang yang semakin melebar antara pengeluaran pemerintah dan penerimaan negara di ekonomi terbesar dunia tersebut. Bahkan, peningkatan tercatat mencapai hampir US$1 triliun setiap dua bulan.
Ilustrasi peningkatan utang pemerintah Indonesia.
Pada bulan Juli 2024, utang AS berada di posisi US$35 triliun lalu naik menjadi US$36 triliun pada November 2024. Kemudian pada bulan Agustus 2025, utang AS melesat menjadi US$37 triliun.
CEO Peter G. Peterson Foundation, Michael A. Peterson, menilai para legislator AS telah gagal menjalankan tanggung jawab fiskal dasar. Ia mendesak pemerintah untuk segera melakukan reformasi anggaran yang lebih bertanggung jawab.
"Menambahkan triliunan demi triliunan ke utang dan penganggaran berdasarkan krisis bukanlah cara yang tepat bagi negara besar seperti Amerika untuk mengelola keuangannya," kata Peterson dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Aljazeera pada Minggu, 9 November 2025.
Lembaga pemeringkat Moody’s telah menurunkan peringkat kredit pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1 pada Mei 2025 dengan alasan ketidakmampuan pemerintah menahan defisit dan menekan biaya bunga yang terus meningkat. Langkah serupa juga diambil oleh Fitch dan Standard & Poor’s pada tahun 2011 dan 2023.
Kondisi AS di ambang krisi memicu perdebatan di kalangan ekonom tentang seberapa besar utang yang bisa ditanggung negara Paman Sam. Sebagian besar sepakat bahwa tren saat ini tidak berkelanjutan.
Menurut analisis Penn Wharton Budget Model pada tahun 2023, pasar keuangan kemungkinan tidak akan mentoleransi rasio utang di atas 200 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Halaman Selanjutnya
Sementara itu, Kantor Anggaran Kongres AS (CBO) memperkirakan rasio tersebut bisa mencapai 200 persen terhadap PDB pada 2047. Sebagian akibat kebijakan pemotongan pajak besar-besaran yang diberlakukan di bawah pemerintahan Donald Trump.

4 weeks ago
10









