Kerap Terima Stigma Keliru, Penyandang Mata Juling Rentan Alami Tekanan Mental dan Penurunan Kualitas Hidup

1 week ago 10

Sabtu, 16 November 2024 - 22:53 WIB

Jakarta, VIVA – Prevalensi global strabismus (atau umum dikenal sebagai mata juling) diperkirakan mencapai 1,93 persen. Artinya, setidaknya 148 juta orang di seluruh dunia menyandang strabismus. Bukan hanya mengganggu fungsi penglihatan, strabismus bisa memberi imbas yang lebih besar.

Penyandangnya rentan mengalami tekanan mental sehingga kualitas hidup mereka pun turut terdampak. Yuk lanjut scroll artikel selengkapnya berikut ini.

Memahami situasi tersebut, eye care leader, JEC Eye Hospitals and Clinics melanjutkan prakarsa tahunan “Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC” berupa edukasi kesehatan mengenai strabismus, serta tindakan operasi mata juling gratis.

Perdana dijalankan pada 2022, inisiatif ini menjadi aksi sosial pertama di Indonesia yang berfokus pada penanganan mata juling.

“Masyarakat masih melihat penyandang strabismus sebagai kelompok yang ‘berbeda’ - lantaran posisi bola mata yang tidak sejajar. Akibat stigma yang keliru tersebut, penyandang mata juling sangat riskan mendapatkan tekanan sosial; dari prasangka, kesalahpahaman, sampai perlakuan negatif,” ungkap Dr. Gusti G. Suardana, SpM(K), selaku Dokter Subspesialis Konsultan Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics, sekaligus Ketua Servis Pediatric Ophthalmology and Strabismus JEC Eye Hospitals & Clinics..

“Efek mata juling tidak berhenti pada terganggunya penglihatan. Kualitas hidup mereka pun menurun sebab kepercayaan diri yang terusik dan interaksi sosial yang terbatas,” papar Dr. Gusti G. Suardana.

Mata juling terjadi karena terganggunya/lemahnya kontrol otak terhadap otot mata sehingga bola mata tidak berada pada posisi yang sejajar satu sama lain (neuromuscular weakness).

Penyandang mata juling umumnya mengeluhkan pandangan kabur, penglihatan ganda, sakit kepala, dan kelelahan dalam proses belajar atau bekerja. Khusus pada anak, strabismus berisiko mempengaruhi perkembangan fungsi penglihatan.

Bahkan, tanpa penanganan yang tepat, anak penyandang mata juling bisa berisiko terkena mata malas (ambliopia) dan gangguan perkembangan binokularitas - yakni gangguan pada pembentukan kemampuan penglihatan tiga dimensi/binokular.

Sebuah temuan menyebut penyandang strabismus berpotensi terserang gangguan mental 10 persen lebih tinggi. Lebih jauh, penyandang strabismus berpotensi mengalami gangguan psikologis yang lebih mengkhawatirkan, seperti depresi, ansietas, fobia sosial, keinginan bunuh diri, hingga skizofrenia.

“Setiap individu berhak memiliki penglihatan optimal dan hidup yang berkualitas. Tak terkecuali para penyandang mata juling. Hidup mereka secara psikososial tak berhenti lantaran menyandang strabismus,” ujar Dr Gusti.

“Mereka harus kita dorong agar bangkit, salah satunya melalui operasi mata juling. Inilah yang mengukuhkan kami untuk melanjutkan ‘Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC’. Harapan kami, semoga masyarakat luas semakin teredukasi bahwa mata juling bisa ditangani dan dikoreksi,” lanjut Dr Gusti G. Suardana.

Pada tahun ketiganya, “Bakti Sosial Operasi Mata Juling JEC” dipusatkan di RS Mata JEC @ Kedoya, dengan pelaksanaan tindakan bedah strabismus menyasar 30 penerima manfaat. Operasi akan digelar sepanjang November hingga Desember 2024 nanti.

Sementara, proses skrining telah berlangsung selama Agustus-Oktober lalu dengan jumlah peminat hampir mencapai 100 orang dari berbagai penjuru Indonesia, termasuk Aceh dan Papua.

Pelaksanaan tindakan operasi penanganan mata juling memerlukan persiapan secara ekstensif melibatkan para ahli medis yang mumpuni.

Di samping tim spesialis mata strabismus JEC (untuk proses bedah mata), tindakan operasi juga melibatkan tim dokter anestesi JEC  bersama tim perawat yang kompeten.

“Tingginya minat masyarakat memperlihatkan pentingnya inisiatif ini sebagai salah satu solusi bagi para penyandang strabismus, terutama dari kalangan kurang mampu. Dengan mendapatkan kembali kualitas hidup, mereka mampu semakin berkembang dan maju menggapai masa depan yang lebih baik,” jelas Dr. Paramastri Arintawati, SpM, Dokter Subspesialis Konsultan Mata Anak dan Strabismus sekaligus Ketua Panitia Bakti Sosial Mata Juling 2024.

“Semoga ‘Bakti Sosial Mata Juling JEC’ bisa terus memberi dampak, serta mengundang keterlibatan lebih banyak pihak agar mampu menjangkau lebih banyak kalangan pada tahun-tahun mendatang," ujarnya.

Selain pemberian tindakan operasi mata juling gratis, ‘Bakti Sosial Mata Juling JEC’ juga dibarengi kegiatan pengayaan wawasan mengenai strabismus.

Aktivitas berupa seminar umum ini melibatkan 250 partisipan dari kalangan dokter umum, tenaga kesehatan lainnya, dan masyarakat. Materi seminar meliputi pentingnya penanganan dini strabismus, serta risiko yang timbul apabila mata juling dibiarkan tanpa perawatan yang tepat.

Selama 5 tahun terakhir hingga penghujung 2023 lalu, Rumah Sakit Mata JEC @ Kedoya telah menjalankan operasi strabismus sebanyak lebih dari 300 tindakan.

RS Mata JEC @Kedoya diperkuat layanan Children Eye and Strabismus Center untuk menangani gangguan mata pada anak-anak secara komprehensif, salah satunya mata juling, terutama pada periode-periode penting perkembangan anak, baik secara mental, fisik dan sosial.

Sentra ini menawarkan penanganan kesehatan mata anak secara komprehensif dengan dilengkapi berbagai fasilitas modern; mulai dari chart mata yang menggunakan gambar (bukan huruf), alat pemeriksaan refraksi khusus anak, hingga autorefraktometer - alat yang portable untuk memeriksa anak-anak dengan mudah.

Talkshow ‘#NoStigma Edukasi HIV dan AIDS, Biar Makin Paham’

Upaya Hapus Stigma HIV dan AIDS, Bersama Gaungkan Campaign #ForABetterWorld #NoStigma

Stigma dan disinformasi yang menyebar tentang ODHIV masih menghambat mereka mencari informasi dan perawatan medis, yang berdampak pada kesehatan serta penyebaran virus.

img_title

VIVA.co.id

11 November 2024

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |