Bogor, VIVA – Setelah kisahnya viral di media sosial, Nadia Putri Darmawan, siswi beragama Kristen yang mengenyam pendidikan di sekolah madrasah ibtidaiyah dan tsanawiyah di Yayasan Nurul Huda, Kota Bogor, Jawa Barat, selama 9 tahun, kini mendapat bantuan dari banyak pihak.
Tunggakan Nadia di MI dan MTs selama 9 tahun dibayar hingga lunas dan dijamin pendidikannya oleh seseorang. Selain itu, Binmas Kristen Kantor Kementerian Agama Kota Bogor dan lembaga-lembaga gereja memberikan bantuan jaminan pendidikan hingga berjanji renovasi rumah Nadia.
"Tunggakan Nadia di MI dan MTs sudah selesai, kemarin ada yang datang ke sekolah Nadia, dari Sukabumi, namanya Pak Hilmi. Dia sudah menyelesaikan tunggakan semua sampai lulus. Saya kaget, bapak itu juga bilang nanti ada yang bantu buat masuk SMK, tadi sudah didaftar," ujar ibunda Nadia, Merry Natalia, kepada VIVA.
Nadia Putri Darmawan, Siswi Beragama Kristen yang sekolah di Madrasah Islam.
Photo :
- VIVA.co.id/Muhammad AR (Bogor)
Bimbingan Masyarakat (Binmas) Kristen Kantor Kementerian Agama Kota Bogor bersama beberapa organiasi kegerejaan Kristen datang mengunjungi kediaman Nadia. Selain memberi kebutuhan sembako, keluarga Nadia juga dijanjikan untuk mendapat akses pendidikan.
"Kedatangan kami untuk membantu agar keluarga Nadia mendapatkan solusi-solusi, dan bisa kita upayakan. Ini karena ekonomi ya," ujar Kepala Seksi Binmas Kristen Kantor Kementerian Agama Kota Bogor Heppy Siahaan kepada VIVA, Rabu, 20 November 2024.
Heppy menyampaikan, pembelajaran yang ditempuh Nadia selama di madrasah berjalan dengan baik, dan pihak yayasan bersikap adil dengan menjunjung toleransi. Meski berbeda agama, Nadia nyaman sekolah di sana.
"Secara faktor sisi agama enggak ada masalah, dari Nadia sendiri menyampaikan bahwa tidak ada perlakuan tidak adil ataupun membuat perbedaan-perbedaan terhadap Nadia. Semuanya adil. Selama sembilan tahun itu, Nadia enjoy, nyaman. Tinggal nanti kita mencari solusi pekerjaan dari buat orang tuanya. Kemudian adik-adik Nadia nanti supaya bisa studi dengan baik," kata Heppy.
Ilustrasi Gereja Katolik.
Photo :
- AP Photo/Armando Franca.
Selain itu, Kemenag akan memfasilitasi gereja untuk penanganan pendidikan dan masalah ekonomi yang dihadapi keluarga Nadia.
Kisah Nadia viral di jagat media lantaran menempuh pendidikan madrasah selama sembilan tahun. Madrasah adalah sekolah berbasis Islam yang didominasi ilmu keagaman Islam. Karena itu, sekolah ini mewajibkan muridnya mengenakan kerudung atau jilbab. Selama mengenyam pendidikan di sana sejak usia 7 tahun, Nadia sudah mengenakan penutup rambut itu.
Meski berbeda agama, Nadia tidak diperlakukan secara khusus. Seperti siswa lainnya, Nadia mendapatkan hak pendidikan yang sama. Namun, demi menghormati keyakinan Nadia, pihak sekolah tidak mengikutsertakannya saat pelajaran Islam seperti salat, dan mengaji Alquran. Nadia mempelajari Bahasa Arab secara lisan dan tulisan. Hal itu diamini Ketua Yayasan Nurul Huda, Sofiah. Alasan mengapa menerima Nadia, selain faktor ekonomi juga sebagai tugas lembaga pendidikan dalam mencerdaskan anak bangsa.
"Dasar pendidikan ini mencerdaskan anak bangsa, di situ kan tidak tertulis anak bangsa dengan menyebutkan satu agama, tidak ada kan. Siapa saja yang sekolah di sini, baik muslim, nonmuslim. Yayasan ini memang berbasis Islam ya, tapi kita tidak menutup diri, siapa saja, dari Kristen, silakan, kalau memang percaya dengan kami," kata Sofiah.
Sofiah mengungkap kan beberapa alasan yayasannya menerima Nadia. Selain jaraknya tak jauh dari rumah Nadia.
"Mungkin orang tuanya berpikir: satu, waktu; kedua, biaya, dan mereka tahu di sini masyarakatnya toleransinya tinggi, kita tidak ada diskriminasi," ungkapnya.
Saat masuk MI, kata Sofiah, Nadia dititipkan oleh kedua orang tuanya dan neneknya.
"Orang tuanya dengan sukarela sampai Nadia lulus MI. Karena di sini kami selalu tolerasi soal biaya, makanya orangtuanya memilih melanjutkan ke jenjang berikutnya MTS setingkat SMP, dan teman-temannya sudah banyak di sini," kata Sofiah.
Sofiah mengungkapkan selama embilan tahun mengenyam pendidikan hingga kelas 9 MTs, guru-guru pengajar sangat toleransi dengan Nadia. Tak satu pun guru terbersit untuk mengajak Nadia pindah keyakinan.
"Bahkan, termasuk saya pribadi sebagai pengelola sepercikpun keinginan kita mengajak dia. Itu kan ranah tuhan orang mendapat hidayah. Tugas kita sebagai pendidik sudah mendidik, dan tidak ada sekali pun pembulian terhadap dia sejak kecil, dan enggak ada yang menyinggung keyakinan dia," katanya.
Sopiah membantah kabar bahwa ijazah yang ditahan karena Nadia menunggak selama enam tahun saat MI. Bahkan, bukan hanya Nadia, siswa yang dididik secara ikhlas tanpa meminta biaya.
"Itu tidak benar. Kabar kita menahan ijazahnya Nadia itu tidak ada. Memang di sini kan, ada ketimpangan ekonomi, Nadia karena tidak mampu, di sini yang tidak mampu bukan cuma Nadia, banyak. Kami mempunyai siswa-siswi yang tidak mampu, bahkan ada yang rumahnya gubuk. Ada anak pemulung, ada yang dari masuk sampai lulus tidak bayar, kita memang tidak pernah tagih. Orang tuanya mau ambil ijazah, ya, ambil saja. Yang ijazahnya tidak diambil karena orang tuanya tidak datang, masalah biaya, tidak ada satu siswa pun jika tidak banyak dipanggil orang tuanya, tidak ada, karena kita tahu keadaan orang tuanya," kata Sofiah.
Nadia lahir dari pasangan Auw Rudi Darmawan dan Merry Natalia. Pasangan ini bekerja serabutan menjadi pedagang makanan keliling. Nadia anak sulung dari empat bersaudara. Adik Nadia, Jason Felix Darmawan dan Lionel Febri Darmawan, duduk di bangku sekolah dasar, SDN Kayu Manis 1 Kota Bogor. Sedangkan si bungsu, masih balita berusia tiga tahun.
Keluarga Nadia berharap bersama seluruh anak-anaknya mendapat bantuan pendidikan dari pemerintah seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Halaman Selanjutnya
Heppy menyampaikan, pembelajaran yang ditempuh Nadia selama di madrasah berjalan dengan baik, dan pihak yayasan bersikap adil dengan menjunjung toleransi. Meski berbeda agama, Nadia nyaman sekolah di sana.