VIVA – Sebagai community protector, Bea Cukai menghadapi beragam tantangan dalam dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan. Sadar membutuhkan kerja sama erat antar-kementerian dan lembaga, Bea Cukai pun menggelar focus group discussion (FGD) terkait pengawasan obat dan makanan pada barang kiriman dan barang bawaan penumpang, bersama BPOM dan Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) pada Kamis (07/11).
Kepala Kanwil Bea Cukai Bali, NTB, dan NTT, Fadjar Donny menjelaskan bahwa FGD ini menggambarkan sinergi yang sudah terjalin dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan.
"Kegiatan ini juga menjadi kesempatan yang sangat baik untuk dapat mendiskusikan solusi atas permasalahan yang terjadi di lapangan," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo mengungkapkan melalui diskusi ini, ketiga instansi saling bertukar informasi dan merumuskan strategi-strategi pengawasan yang harus dan dapat diterapkan. Selain itu, diskusi ini turut mempererat sinergi dalam menghadapi tantangan di lapangan, sekaligus menyesuaikan pedoman kerja demi peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
“Ada beragam tantangan dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan di lapangan, baik untuk keperluan personal used maupun non-personal used. Terlebih keduanya termasuk dalam barang-barang yang impornya dilarang atau dibatasi,” katanya.
Barang larangan dan pembatasan (lartas) adalah barang yang dilarang atau dibatasi untuk diimpor atau diekspor ke dan dari daerah pabean. Barang lartas diawasi ketat oleh pemerintah dan memerlukan izin khusus untuk perdagangan internasional. Tujuannya adalah untuk melindungi kepentingan nasional, seperti industri dalam negeri, melindungi masyarakat dari barang-barang berbahaya, menjaga kesehatan, serta mencegah kerusakan lingkungan dan ekosistem.
“Terkait proses kepabeanannya, hal ini diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang nomor 17 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.04/2020 tentang Pengawasan Impor Ekspor Barang Lartas,” lanjut Budi.
Turut mendukung pelaksanaan FGD tersebut, pihak ASPERINDO yang diwakili oleh Ketua DPW ASPERINDO Bali, Bagus Arsana menegaskan bagi pihaknya yang menjadi wadah pengusaha jasa kiriman, pertemuan tersebut sangat bermanfaat karena menjadi salah satu bentuk edukasi. Ia juga mengatakan, ke depan pihaknya akan menyebar luaskan informasi ini kepada anggota asosiasi agar turut mendukung pemerintah dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan.
Sejalan dengan Bagus, Pengawas Farmasi dan Makanan Direktorat Pengawasan Distribusi dan Pelayanan Obat, Narkotika, Psikotropika dan Prekursor, BPOM, Ferry Tri Aryati pun menegaskan pihaknya menyadari bahwa tantangan dalam pengawasan pemasukan obat dan makanan untuk penggunaan pribadi memerlukan kolaborasi lintas sektor, sehingga diskusi ini menjadi jalan keterbukaan data dan meningkatkan koordinasi positif antarlembaga ke depannya.
Halaman Selanjutnya
“Terkait proses kepabeanannya, hal ini diatur dalam Pasal 53 Undang-Undang nomor 17 Tahun 2006 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 141/PMK.04/2020 tentang Pengawasan Impor Ekspor Barang Lartas,” lanjut Budi.