VIVA – Tepat hari ini Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 digelar secara serentak di seluruh Indonesia. Ada beberapa polemik yang kembali menuai perhatian publik, namun bukan tanpa kontroversi.
Ada beberapa isu panas yang mencuat di Pilkada tahun ini, mulai dari munculnya calon tunggal di sejumlah daerah, pencalonan mantan narapidana, hingga praktik politik dinasti. Tentu hal ini memicu perdebatan masyarakat terhadap integritas proses politik di Tanah Air.
Pilkada Serentak 2024
Photo :
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Dirangkum VIVA Rabu, 27 November 2024, menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengungkapkan bahwa ada 37 pasangan calon (paslon) tunggal yang akan menghadapi kotak kosong pada Pilkada Serentak 2024.
Menurut Anggota KPU RI August Mellaz menjelaskan paslon tunggal akan tetap diberi kesempatan menyampaikan visi dan misi dalam debat terbuka. Para paslon tunggal juga tetap akan mengundi nomor urut.
"Dari 44 daerah tersebut, saat ini totalnya ada 37 (daerah). Jadi mengalami penurunan di tujuh wilayah," kata Mellaz.
Polemik Pilkada 2024 lainnya adalah pencalonan sejumlah mantan narapidana dalam Pilkada 2024. Setidaknya ada 66 eks terpidana mencalonkan diri menjadi kepala dan wakil kepala daerah tahun ini.
Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur mencatat sebanyak 8 calon legislatif berstatus mantan narapidana (napi) dari total 462 calon legislatif yang mendaftar. Beberapa calon tersebut merupakan mantan penghuni lapas itu kebanyakan terlibat tindak pidana korupsi.
Ilustrasi napi
Photo :
- VIVA.co.id/Andri Mardiansyah
Seperti diberitakan sebelumnya, kedelapan caleg mantan napi itu terang Pentor, dinyatakan memenuhi ketentuan syarat khusus salah satunya keterangan dari lapas tempat mereka dipenjara dengan ketentuan bagi terpidana dengan ancaman di atas 5 tahun penjara seperti korupsi harus dinyatakan bebas murni 5 tahun sebelum mendaftar sebagai caleg.
"Kewajiban para caleg itu ada tiga untuk yang pernah terpidana maupun napi yang ancamannya di atas 5 tahun maupun yang di bawah 5 tahun. Pertama, dia wajib menyertakan surat keputusan berkekuatan hukum tetap di silon," terang Rikardus Pentor.
Selain calon mantan napi yang maju Pilkada 2024, ada juga politik dinasti. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sebanyak 33 dari 37 provinsi yang menyelenggarakan Pilkada serentak terindikasi kuat memiliki pasangan calon yang terafiliasi dengan dinasti politik.
Dinasti politik (Ilustrasi oleh manila buletin/terakota.id)
Meski secara legal-formal tidak ada larangan bagi individu yang terafiliasi dinasti politik untuk berlaga di Pilkada, namun jika Pemilu dimaknai sebagai sarana sirkulasi kekuasaan dan mencari pemimpin berkualitas, keberadaan dinasti politik berpotensi besar akan bertolak belakang dengan esensi demokrasi dan menjauhi semangat tata kelola pemerintahan yang meritokratis.
Adanya isu-isu tersebut tentu menjadi sorotan dari warganet di media sosial. Beberapa dari mereka mengkritik terkait Pilkada 2024 yang saat ini sedang dilakukan.
"Demokrasi kita sedang diuji. Jangan biarkan suara kita jatuh ke tangan yang salah," tulis komentar @hey_fakboi di akun yang mengunggah permasalahan ini.
"Kalau bisa ada aturan dibuat oleh pemerintah jadi mereka tidak semena-mena dan bisa mengurangi praktik korupsi, serta menghemat anggaran kampanye," timpal akun @jaya_saputra_95.
Halaman Selanjutnya
Bahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Manggarai Nusa Tenggara Timur mencatat sebanyak 8 calon legislatif berstatus mantan narapidana (napi) dari total 462 calon legislatif yang mendaftar. Beberapa calon tersebut merupakan mantan penghuni lapas itu kebanyakan terlibat tindak pidana korupsi.