Jakarta, VIVA - Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda menilai putusan dewan etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) cacat hukum secara formil maupun materiil.
Hanta menjelaskan putusan itu cacat secara materiil karena dewan etik tidak bisa menilai apakah pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Poltracking sesuai dengan SOP survei opini publik atau tidak, namun celakanya dewan etik menjatuhkan sanksi kepada Poltracking.
Kemudian, dewan etik dinilai tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking. Namun, kata Hanta, dewan etik menjatuhkan sanksi kepada Poltracking.
"Secara formil tidak pernah terjadi sidang dewan etik, karena kami hanya menerima undangan sidang anggota Persepi bukan undangan sidang kode etik. Oleh sebab itu, putusan dewan etik cacat secara formil, karena tidak pernah terjadi sidang dewan etik," kata Hanta dalam keterangannya, Jumat, 8 November 2024.
Maka itu, Poltracking meminta dewan etik Persepi maaf kepada publik karena telah merugikan nama baik lembaga survei Poltracking.
“Saya mengimbau, mengetuk hati nurani para dewan etik, harusnya meminta maaf kepada publik karena menyampaikan dengan tidak tegas orang punya kesalahan, melanggar kode etik yang mana, dan lain sebagainya, tetapi memberi sanksi, bahkan diumumkan kepada publik. Di saat yang sama ada lembaga survei yang juga identik hasilnya, tapi tidak dipanggil," ujar dia.
Tiga Lembaga Survei Keluar dari Persepi
Sebagai informasi, tiga lembaga survei terkemuka, Poltracking Indonesia, Parameter Politik Indonesia (PPI), dan Voxpol Center Research and Consulting, menyatakan mundur dari keanggotaan Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi).
Mundurnya tiga lembaga survei kredibel ini mengundang pertanyaan akan memanasnya dinamika internal Persepi, terlebih menjelang perhelatan Pilkada serentak 2024 pada 27 November 2024.
Poltracking Indonesia sebelumnya menyatakan keluar dari keanggotaan Persepi setelah dijatuhi sanksi tidak diizinkan mempublikasikan hasil survei tanpa mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik Persepi.
Sanksi tersebut berkaitan dengan hasil survei yang dirilis Poltracking Indonesia terhadap Pilkada Jakarta 2024, dimana Poltracking Indonesia menyebutkan elektabilitas Ridwan Kamil-Suswono mencapai 51,6 persen.
Poltracking yang ditelisik Dewan Etik ihwal prosedur pelaksanaan survei, karena memiliki hasil yang berbeda dengan LSI, padahal dalam periode yang sama.
Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangan tertulisnya mengatakan Persepi telah memperlakukan Poltracking Indonesia sebagai anggotanya dengan tidak adil dan tendensius.
"Kami merasa diperlakukan tidak adil. Sejak hari ini kami telah memutuskan keluar dari keanggotaan Persepi. Kami keluar bukan karena melanggar etik," kata Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa.
Dia menambahkan, Poltracking pada 2014 diajak bergabung ke Persepi karena pertaruhan integritas. Namun pada 2024 -- 10 tahun kemudian, Poltracking keluar dari Persepi juga karena pertaruhan integritas.
Halaman Selanjutnya
Mundurnya tiga lembaga survei kredibel ini mengundang pertanyaan akan memanasnya dinamika internal Persepi, terlebih menjelang perhelatan Pilkada serentak 2024 pada 27 November 2024.