Jakarta, VIVA – Melayani masyarakat yang sakit di rumah sakit ataupun klinik menjadi keseharian profesi dokter. Dengan ikhtiarnya, profesi mulia ini menjadi perantara Tuhan dalam memberi kesembuhan. Namun bagaimana ceritanya jika dokter yang justru berada di tengah bencana; mereka bertaruh antara menyembuhkan yang sakit dan nyawa mereka yang terancam.
Begitulah yang dirasakan para dokter saat bertugas ke lokasi bencana. Berbeda dengan dokter pada umumnya, Puteri Qatrunnada Fithriyah yang justru memilih bergabung menjadi relawan kemanusian, Indonesia Care. Dia bersama timnya, dr Risyad, tidak menunggu tugas untuk segera mungkin mencapai lokasi bencana untuk menyembuhkan korban bencana.
Wanita 29 tahun ini merawihkan perjalanan dirinya sehingga menjadi dokter yang bencana. Sejak kecil, kata Puteri, ia bercita-cita menjadi dokter. Karena menolong orang kesakitan adalah pebuatan mulia. Seiring berjalannya waktu, makin besar keinginannya menjadi dokter justru bukan di rumah sakit atau pun klinik. Puteri memilih terjun ke lokasi bencana.
Puteri Qatrunnada, relawan dokter muda bertaruh nyawa di tengah bencana.
"Memang jiwa saya dari kecil senang membantu orang menolong orang. Melihat kayaknya sedih, ya, kalau melihat di Palestina jarang sekali tenaga medis yang ada di sana. Cita-cita saya bisa langsung ke Palestina untuk membantu mereka. Tapi itu perlu izin orang tua, izin Allah, itu yang jadi patokan saya. Di sini bisa hidup tenang, sedangkan di sana mereka membutuhkan. Di lokasi bencana sedih, membutuhkan sebutir obat saja sulit. Itu yang membuat saya tergerak ke lokasi bencana," katanya, diwawancarai VIVA, Senin, 4 November 2024.
Menjadi relawan di lokasi bencana sudah ditempa Puteri sejak mengenyam pendidikan di Fakultas Kedokteran Trisakti sepuluh tahun silam. Saat mahasiswa, Puteri aktif menjadi relawan. Dia mengunjungi lokasi banjir bahkan gunung erupsi.
"Karena saya aktif di divisi pengabdi masyarakat, membuat progam kerja untuk masyarakat, terutama yang paling sering bencana banjir. Menyusuri jalan jalan banjir membutuhkan kesehatan mereka," ujarnya.
Menurut Puteri, menjadi relawan medis memiliki nilai dan perjuangan tersendiri. Dia merasa hanya sebatas dokter yang dibutukan masyarakat yang sedang sakit. Berbeda dengan di lokasi bencana, setiap tempat adalah IGD, dan dokter yang mencari dan membantu masyarakat yang sakit di tengah bencana.
"Kalau di rumah sakit mereka datang seusai apa yang sakit mereka rasakan, saat itu sakit apa. Jadi, kita hanya sebatas dokter bekerja yang dibutuhkan masyarakat. Tetapi berbeda di lokasi bencana, kalian bisa merasakan mereka trauma, mereka kehilangan, kesakitan, itu benar-benar. Merasakan atmosfer dekat. Dan ini memiliki kepuasan tesendiri sebagai dokter. Ini ke passion saya. Apakah kita senang membantu orang atau kita hanya sekedar bekerja di rumah sakit," ujarnya.
Sebagai manusia biasa, Puteri mengaku memiliki rasa takut. Bahkan, saat berada di salah satu lokasi bencana gempa lebih dari lima kali tubuhnya ikut terkoyak oleh gempa saat tidur dan saat melayani pengobatan masyarakat.
"Sebagai manusia biasa saya juga ketakutan karena banyak yang ketakutan di lokasi gempa. Susah tidur. Dan sempat merasakan gempa susulan tiga sampai lima kali. Banyak anak-anaknya juga yang trauma masuk ke rumah-rumah jadi mereka cuma bertahan di tenda. Tetapi saya berusaha menenangkan mereka di tengah gempa," ujarnya.
Puteri mengajak selururuh rekan sejawatnya dan tenaga medis lain untuk terus memberikan kontribusi di dunia kerelawanan bencana karena para korban membutuhkan obat, dan tenaga dokter hingga mengalami trauma.
"Jika memang terjadi bencana terdekat, kita langsung turun, kita membantu menyediakan obat yang dibutukan. Karena selama ini jika terjadi bencana hanya secuil yang bisa dirasakan," kata Puteri.
Kisah Puteri yang menjadi pejuang medis di tengah bencana patut menjadi inspirasi bagi para tenaga medis dalam mengabdi untuk sehatkan Indonesia.
"Saya memahami menjadi pelayan masyarakat itu lelah. Tapi ini adalah sebuah ladang amal dalam kehidupan kita. Karena setiap manusia memiliki rasa, tidak ingin jika tidak ditolong. Kita harus menolong orang, supaya kita juga ditolong," pungkas Puteri.
Sosok Puteri diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesia CARE, Lukman Azis Kurniawan. Puteri sudah aktif sejak dia disumpah menjadi dokter dan aktif di banyak lembaga relawan. Dia memilih bergabung untuk turut aktif dalam membantu masyarakat di lokasi bencana. Indonesia CARE berdiri atas keprihatinan masalah kemanusiaan dan upaya menjaga kelestarian lingkungan sebagai tempat berkembangnya peradaban manusia.
"Aksi tindakan kami semua lokasi yang terdampak bencana, baik itu bencana sosial, bencana alam maupun nonalam. Kami menilai keselamatan hidup dan nyawa manusia merupakan hal penting. Karenanya kesehatan harus dijaga pengingat kesehatan yg baik para penyintas di lokasi bencana akan memperpanjang kesempatan hidupnya," kata Lukman.
Karena Indonesia CARE merupakan organisasi kerelawanan dengan berbagai latar belakang profesi. Dokter Puteri dan Risyad menjadi bagian penting dalam divisi khusus, yaitu Divisi Emergency Medis Response yang diisi para ahli medis.
"Karena Dokter Puteri sendiri yang ingin aktif di di sini. Jelas, kami sangat menyambut. Kabar ini diinfokan ke relawan lainnya dan menyambut positif. Lalu Puteri mengajak sahabatnya, Dokter Risyad. Mereka gabung karena tertarik terhadap dunia kemanusiaan dan senang turun ke lokasi bencana," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
"Karena saya aktif di divisi pengabdi masyarakat, membuat progam kerja untuk masyarakat, terutama yang paling sering bencana banjir. Menyusuri jalan jalan banjir membutuhkan kesehatan mereka," ujarnya.