Jakarta, VIVA - Aktivis HAM senior, Todung Mulya Lubis, menyoroti terjadinya miscarriage of justice atau peradilan sesat dalam penanganan perkara korupsi atas nama Mardani H Maming, mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan periode 2010-2015 dan 2016-2018.
Menurutnya, penjatuhan pidana terhadap Maming merupakan hal yang dipaksakan karena tidak didasarkan pada alat bukti yang memadai. Ia menilai para hakim lebih memilih mempertimbangkan keterangan saksi yang tidak langsung.
“Bentuk miscarriage of justice yang paling mencolok adalah tidak dipenuhinya hak atas fair trial. Hakim melakukan cherry picking terhadap alat bukti yang dihadirkan selama persidangan. Hakim lebih memilih untuk mempertimbangkan keterangan saksi yang tidak langsung (testimonium de auditu) karena hal itu sesuai dengan dakwaan penuntut umum, ketimbang mempertimbangkan alat bukti lain yang menyatakan hal sebaliknya," kata Todung dalam keterangannya, Jumat, 25 Oktober 2024.
Pengacara Jubir TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis (tengah) usai menghadiri sidang gugatan praperadilan terkait penyitaan ponsel di PN Jakarta Selatan, Selasa, 27 Februari 2024
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Praktisi hukum ini menyebut sikap berat sebelah itu merupakan unfair trial. Di mana, kata dia, alat bukti yang ada dilihat secara fair, sebenarnya dakwaan penuntut umum tidaklah terbukti.
Todung juga menjelaskan bahwa hakim memaksakan konstruksi hukum dalam peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi untuk dapat menyimpulkan terpenuhinya unsur dalam Pasal 12 huruf b Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2001.
Pemaksaan konstruksi hukum yang paling terlihat, lanjut dia, adalah menjadikan keuntungan dan pembagian hasil usaha sebagai pemberian hadiah
"Dengan menyatakan bahwa keuntungan dari hasil usaha sama dengan pemberian hadiah, maka hakim sebenarnya sedang melakukan analogi. Padahal, analogi merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip legalitas yang merupakan prinsip paling mendasar dalam hukum pidana," ujar dia.
Di sisi lain, Todung menegaskan kasus korupsi memang masalah yang sangat serius. Para penegak hukum harus menangani kasus korupsi dengan baik serta sesuai prosedur.
“Korupsi memang masalah serius bagi bangsa ini. Namun tidak berarti penanganannya bisa dilakukan secara serampangan. Ketika ada miscarriage of justice dalam penanganan perkara, termasuk perkara korupsi maka seharusnya terdakwa dinyatakan bebas. Maka itu, langkah korektif menjadi suatu keniscayaan," katanya.
Sidang terdakwa Mardani H Maming di Pengadilan Tipikor, Banjarmasin.
Ia berharap agar Mahkamah Agung (MA) dapat melakukan Peninjauan Kembali (PK) terkait perkara yang menjerat Mardani Maming.
"Secara spesifik dalam perkara Maming, saya berharap agar Mahkamah Agung dalam proses peninjauan kembali bisa benar-benar menyoroti miscarriage of justice yang terjadi, dan mengoreksinya. Untuk itu, saya akan menyiapkan sebuah amicus curiae berkenaan dengan perkara ini untuk saya kirimkan kepada Mahkamah Agung di pekan depan," tutur Todung.
Halaman Selanjutnya
"Dengan menyatakan bahwa keuntungan dari hasil usaha sama dengan pemberian hadiah, maka hakim sebenarnya sedang melakukan analogi. Padahal, analogi merupakan pelanggaran berat terhadap prinsip legalitas yang merupakan prinsip paling mendasar dalam hukum pidana," ujar dia.