Jakarta, VIVA – Kemenko Kumham Imipas kedatangan Dubes Prancis Fabian Penone pada Jumat, 20 Desember 2024, untuk membahas upaya pemindahan penahanan terpidana mati asal Prancis, Serge Atlaoui.
Serge terlibat kasus psikotropika hingga dijatuhi hukuman mati sejak tahun 2005.
"Disinggung sedikit itu tentang permintaan dari seorang narapidana warga negara Prancis yang dijatuhi hukuman mati di Indonesia, Serge, yang disampaikan kepada pemerintah Prancis bahwa yang bersangkutan dipidana mati oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia karena kasus psikotropika," ujar Menko Kumham Imipas Yusril Ihza Mahendra kepada wartawan di kantornya, Jumat.
Yusril menjelaskan bahwa Serge meminta agar bisa dipindahkan tahanan ke negara asalnya karena mengalami sakit yang serius. Memang, saat ini Serge telah dipindahkan tahanan dari Lapas Nusakambangan ke Lapas Salemba Jakarta Pusat untuk menjalani perawatan atas sakit yang dideritanya.
"Kondisi sakitnya memang agak serius dan karena itu yang bersangkutan melalui kepada pemerintah Perancis minta supaya menjalani hukumannya itu dipindahkan ke Prancis," kata Yusril.
Yusril menjelaskan bahwa pemindahan penahanan ini tidak dilakukan oleh pemerintah Indonesia melainkan permintaan langsung dari napi.
"Jadi, belum merupakan satu permohonan atau permintaan resmi yang diajukan oleh pemerintah Prancis tapi diajukan oleh yang bersangkutan," ungkapnya.
Lapas Kelas II A Pasir Putih di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah
Photo :
- ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
Yusril mengaku bahwa pemerintah Indonesia tengah mempelajari lebih jauh terkait dengan sistem hukum di Prancis. Ia menegaskan hal ini berbeda dengan pemindahan penahanan Mary Jane Veloso dan Bali Nine.
"Jadi, masih panjang diskusinya, jadi saya kira belum ada hal yang dapat saya katakan mengenai keputusan apa yang akan diambil terhadap narapidana Serge warga negara Prancis ini karena masih dalam pembicaraan di tahap yang awal sekali," sebut Yusril.
Dubes Prancis untuk Indonesia Fabian Penone menjelaskan bahwa pertemuan dengan Yusril untuk mempersiapkan dan menguatkan draf perjanjian legal bilateral.
"Jadi juga penting bagi kami untuk berbicara tentang penguatan persiapan perjanjian hukum dan itulah yang telah kami lakukan," kata Fabian.
Selanjutnya, Fabian menegaskan bahwa terkait dengan pemindahan penahanan terpidana kasus psikotropika, Serge Atlaoui masih dalam tahap pembahasan. Kedua negara tengah berusaha untuk melakukan pemindahan penahanannya.
Pada tahun 2005, Atlaoui, seorang tukang las, ditangkap di sebuah pabrik narkoba rahasia di luar Jakarta. Pihak berwenang menuduhnya sebagai "ahli kimia" di lokasi tersebut. Sementara itu, ayah empat anak ini tetap bersikukuh tidak bersalah, dan mengklaim bahwa ia sedang memasang mesin di tempat yang ia duga adalah pabrik akrilik.
Hukum narkoba terberat di dunia
Awalnya ia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, tetapi Mahkamah Agung pada tahun 2007 menaikkan hukumannya menjadi hukuman mati setelah naik banding.
Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim memiliki beberapa hukum narkoba terberat di dunia dan pernah mengeksekusi warga negara asing di masa lalu.
Atlaoui ditahan di pulau Nusakambangan di Jawa Tengah, yang dikenal sebagai "Alcatraz" Indonesia, setelah dijatuhi hukuman mati, tetapi ia dipindahkan ke kota Tangerang, sebelah barat Jakarta, pada tahun 2015 sebelum bandingnya.
Tahun itu, ia dijadwalkan dieksekusi bersama delapan pelanggar narkoba lainnya, tetapi mendapat penangguhan hukuman sementara setelah Paris meningkatkan tekanan, dengan pihak berwenang Indonesia setuju untuk membiarkan banding yang tertunda berjalan sesuai rencana.
Dalam banding tersebut, pengacara Atlaoui berpendapat bahwa presiden saat itu Joko Widodo tidak mempertimbangkan kasusnya dengan benar karena ia menolak permohonan grasi Atlaoui, yang biasanya merupakan kesempatan terakhir terpidana mati untuk menghindari regu tembak.
Namun, pengadilan menegakkan keputusan sebelumnya bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi untuk mendengarkan tantangan atas permohonan grasi itu.
Halaman Selanjutnya
Source : ANTARA FOTO/Idhad Zakaria