DI Yogyakarta, VIVA – Edukasi gizi di Indonesia masih menjadi isu penting yang memerlukan perhatian besar. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pola makan sehat, kebutuhan nutrisi, dan dampak gizi buruk terhadap kesehatan telah memicu berbagai permasalahan, terutama di kalangan anak-anak.
Masih banyak masyarakat yang tidak memahami prinsip dasar gizi seimbang, dan kondisi ini berdampak langsung pada kualitas kesehatan generasi mendatang. Banyak orang di Indonesia, terutama di wilayah pedesaan, belum mengetahui pentingnya mengonsumsi makanan bergizi seimbang.
Sering kali, makanan yang dikonsumsi hanya berdasarkan harga yang murah atau rasa yang enak tanpa memperhatikan kandungan gizinya. Bahkan, di kalangan keluarga dengan tingkat pendidikan yang cukup, masih ada yang kurang memahami manfaat sayur, buah, protein, karbohidrat kompleks, dan lemak baik dalam pola makan sehari-hari.
Minimnya edukasi gizi juga berkontribusi pada pola makan yang kurang beragam. Akibatnya, terjadi ketergantungan pada bahan pangan pokok tertentu, seperti nasi, yang berakibat pada kurangnya asupan protein, vitamin, dan mineral yang sebenarnya diperlukan oleh tubuh. Pemahaman yang rendah tentang pentingnya asupan gizi pada anak-anak turut menyebabkan tingginya angka malnutrisi di Indonesia, terutama dalam bentuk stunting (pendek).
Di Indonesia, edukasi gizi yang terintegrasi ke dalam sistem pendidikan dan masyarakat masih belum optimal. Edukasi gizi sebetulnya telah dimasukkan dalam kurikulum sekolah, tetapi sering kali hanya sebatas teori dan kurang dilengkapi dengan praktik nyata yang relevan. Selain itu, tenaga kesehatan yang bertugas di berbagai daerah juga masih terbatas jumlahnya, terutama di wilayah terpencil. Hal ini membuat penyebaran informasi tentang pola makan sehat menjadi tidak merata.
Kurangnya edukasi gizi telah membawa dampak serius dalam bentuk masalah kesehatan yang berkepanjangan. Salah satu contohnya adalah tingginya angka stunting pada anak-anak Indonesia. Menurut data Kementerian Kesehatan, angka stunting di Indonesia masih di atas standar yang ditetapkan WHO, yakni 20%. Anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki pertumbuhan fisik yang terhambat dan keterbatasan kognitif, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap produktivitas mereka saat dewasa.
Ilustrasi pencegahan stunting
Di sisi lain, masyarakat perkotaan sering kali menghadapi masalah gizi berlebih atau obesitas akibat konsumsi makanan cepat saji dan kurangnya aktivitas fisik. Ironisnya, obesitas juga bisa terjadi akibat kurangnya pemahaman tentang porsi makan yang sesuai dan gizi yang dibutuhkan tubuh. Situasi ini menggambarkan bahwa edukasi gizi diperlukan untuk mengatasi masalah kekurangan dan kelebihan gizi di berbagai kelompok masyarakat.
Membangun Kesadaran Gizi melalui Pengetahuan dan Kolaborasi
Beberapa inisiatif untuk meningkatkan edukasi gizi mulai dijalankan di Indonesia, baik dari pemrintah dan non pemerintah. Salah satu contohnya adalah dengan kehadiran Gizipedia Indonesia yang merupakan sebuah platform inovatif yang dikhususkan untuk mempromosikan pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
Dalam platform ini, para ahli gizi berperan aktif, termasuk dietisien dan nutrisionis yang merupakan lulusan dari program studi gizi dan pendidikan profesi dietisien. Semua anggota tim telah mendapatkan surat tanda registrasi dan terdaftar sebagai anggota Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), yang menunjukkan komitmen mereka terhadap profesionalisme dan keahlian di bidang gizi.
Didirikan pada September 2019, Gizipedia Indonesia lahir dari pemikiran tiga pendiri yang peduli terhadap masalah kurangnya wadah untuk berdiskusi mengenai gizi yang valid. Ayu Fauziyyah, Yusrina Husnul, dan Salsabila Fasya merupakan sosok-sosok di balik pendirian platform ini. Meskipun mereka bekerja secara daring dari berbagai kota—Ayu berada di Sidoarjo, Salsa di Blitar, dan Yusrina di Yogyakarta—kolaborasi mereka berhasil menghadirkan informasi gizi yang berkualitas untuk masyarakat luas.
Keberadaan Gizipedia Indonesia tidak terlepas dari keprihatinan para pendirinya terhadap fenomena yang ada di masyarakat. Banyak orang lebih mempercayai informasi mengenai gizi yang disampaikan oleh influencer di media sosial, meskipun mereka tidak memiliki latar belakang yang relevan dalam bidang gizi dan kesehatan. Hal ini membuat para pendiri merasa perlu untuk menciptakan sebuah platform yang dapat memberikan pengetahuan yang akurat dan valid tentang gizi kepada masyarakat, mahasiswa, dan para ahli gizi sendiri.
Dalam pandangan Ayu, fenomena ini menunjukkan bahwa masyarakat membutuhkan sumber informasi yang dapat dipercaya. Gizipedia Indonesia bertujuan untuk menjembatani kesenjangan ini dengan menyediakan konten yang didukung oleh pengetahuan ilmiah dan pengalaman praktis dari para ahli gizi. Melalui platform ini, mereka ingin memastikan bahwa masyarakat mendapatkan informasi yang tepat mengenai pola makan sehat dan pentingnya gizi untuk kesehatan tubuh.
Gizipedia tidak hanya sekadar sebuah platform informasi, tetapi juga berfungsi sebagai wadah diskusi bagi para ahli gizi, mahasiswa, dan masyarakat umum. Dengan memfasilitasi pertukaran ide dan pengetahuan, Gizipedia diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang baik dan cara menjaga kesehatan melalui pola makan yang seimbang.
Gizipedia juga memiliki visi untuk berkolaborasi lintas sektor, baik dengan institusi pendidikan, lembaga kesehatan, maupun organisasi masyarakat sipil. Dengan adanya kerjasama ini, diharapkan status gizi masyarakat dapat meningkat, terutama di tengah tantangan kesehatan yang dihadapi oleh banyak orang saat ini. Atas inisiatifnya ini, Ayu Fauziyyah pun diganjar penghargaan Satu Indonesia Awards pada tahun 2024.
Ke depannya, Gizipedia Indonesia berencana untuk mengembangkan aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk menghitung kebutuhan gizi harian mereka. Aplikasi ini bertujuan untuk membantu masyarakat dalam merencanakan pola makan yang sehat dan sesuai dengan kebutuhan nutrisi masing-masing individu. Dengan teknologi yang semakin berkembang, Gizipedia ingin memanfaatkan inovasi untuk memperluas jangkauan informasi gizi dan meningkatkan interaksi dengan penggunanya.
Halaman Selanjutnya
Di sisi lain, masyarakat perkotaan sering kali menghadapi masalah gizi berlebih atau obesitas akibat konsumsi makanan cepat saji dan kurangnya aktivitas fisik. Ironisnya, obesitas juga bisa terjadi akibat kurangnya pemahaman tentang porsi makan yang sesuai dan gizi yang dibutuhkan tubuh. Situasi ini menggambarkan bahwa edukasi gizi diperlukan untuk mengatasi masalah kekurangan dan kelebihan gizi di berbagai kelompok masyarakat.