Pesisir Selatan, VIVA – Calon Wakil Bupati (Cawabup) Pesisir Selatan (Pessel,) nomor urut 1, Nasta Oktavian dilaporkan ke polisi gara-gara menyentil kasus korupsi PDAM tahun 2022 di ajang debat pemungkas yang dihelat KPU Pessel pada Kamis 14 November 2024. Selain ke polisi, Nasta juga dilaporkan ke Bawaslu setempat
Adalah Tim dari paslon Cabup dan Cawabup nomor urut 2, Hendrajoni-Risnaldi (HJ-RI) yang melaporkannya. Menduga telah menyebar fitnah dan kampanye hitam dengan mengungkit kasus korupsi PDAM tahun 2022 pada debat putaran kedua, menjadi dasar atas pelaporan terhadap Nasta.
Diketahui, sebagian materi dari dokumen putusan perkara Nomor 47/Pid.Sus-TPK/2022/PN Pdg tentang kasus Korupsi PDAM di Pessel, digunakan dan disampaikan Nasta dalam ajang debat tersebut.
Mulanya, Calon Wakil Bupati nomor urut 1, Nasta Oktavian yang menanyakan soal pemerintahan yang bersih dan akuntabel kepada kompetitornya yakni, calon Bupati nomor urut 2 Hendrajoni yang merupakan incumben Bupati Pessel periode 2016-2021.
Cawabup Pesisir Selatan Nasta Oktavian saat bersama Prabowo Subianto
Photo :
- Andri Mardiansyah
Nasta Oktavian membuka pertanyaan setelah Hendrajoni menjawab strateginya terkait pertanyaan moderator yang berkaitan tentang pemerintahan yang bersih dan akuntabel serta layanan publik yang optimal.
Dalam pertanyaan itu, Nasta mempertajam pertanyaannya dengan adanya kasus korupsi PDAM jelang akhir masa jabatan Hendrajoni dan dibebani dengan mengembalikan uang pengganti Rp 240 juta.
Amar putusan pada kasus itu, Majelis Hakim berkeyakinan dan berpendapat bahwa uang pembinaan sebesar Rp240 juta yang dikeluarkan dari kas PDAM tanpa dasar hukum, merupakan tanggung jawab Hendrajoni sebagai Bupati saat itu sehingga uang pengganti senilai Rp240 juta, dibebankan kepada saksi Hendrajoni.
Putusan ini berkekuatan hukum tetap dengan satu terdakwa atas nama Robenson yang dijatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Dalam amar putusan itu, Robenson juga dikenakan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp286 juta
Menanggapi pelaporan terhadap dirinya, Nasta menyebut bahwa keputusan yang diambil pihak rivalnya dalam konsestasi Pilkada Pessel 2024 ini, merupakan bagian dari demokrasi. Setiap warga negara, berhak membuat laporan kepada pihak berwajib.
"Sebagai orang yang menghormati proses demokrasi, saya menghormati pelaporan tersebut. Saya memilih untuk mengikuti progres laporan tersebut ketimbang membuat laporan tandingan," kata Nasta Oktavian, Rabu 20 November 2024.
Dia menegaskan, apapun bentuk proses hukum yang ditempuh oleh pihak paslon 02, akan diikuti dan dihadapi dengan baik karena ini merupakan bagian dari proses demokrasi. Kita memutuskan untuk tidak melaporkan balik
"Kalau kita lapor balik, tidak ada bedanya kami dengan mereka, yang berusaha mengkriminalisasi orang yang berbeda pendapat dengan mereka," ujarnya.
Nasta bilang, dalam demokrasi hendaknya saling menghargai perbedaan pendapat dan pilihan. Bukan sebaliknya, membuat kegaduhan dengan melapor atau membalas laporan dari pihak yang tidak sependapat.
"Mari kita jadikan pilkada ini sebagai pilkada basunsanak. Siapa pun pemimpin Pessel ke depannya adalah pemimpin yang diinginkan masyarakat, bukan pemimpin pilihan satu atau dua kelompok saja," ujarnya.
Sebagai salah satu Kontestan Pilkada 2024 yang menjunjung tinggi nilai demokrasi, Nasta mengajak seluruh masyarakat terutama pendukungnya untuk tetap tenang dan tidak terpancing atau merespon secara berlebihan atas pelaporan dirinya.
Ia juga meminta masyarakat untuk menilai dengan bebas siapa yang benar berdasarkan fakta-fakta hukum yang sudah diberitakan oleh media massa dan siapa yang lebih dewasa dalam berdemokrasi.
"Biar publik saja yang menilai. Kami yakin masyarakat Pessel sudah cerdas. Saya yakin, masyarakat memiliki pertimbangan sendiri untuk menentukan pilihan," tutup Nasta.
Halaman Selanjutnya
Amar putusan pada kasus itu, Majelis Hakim berkeyakinan dan berpendapat bahwa uang pembinaan sebesar Rp240 juta yang dikeluarkan dari kas PDAM tanpa dasar hukum, merupakan tanggung jawab Hendrajoni sebagai Bupati saat itu sehingga uang pengganti senilai Rp240 juta, dibebankan kepada saksi Hendrajoni.