Jakarta, VIVA – Di era yang semakin kompetitif ini, sektor keuangan di Indonesia terus mengalami perkembangan pesat yang menuntut profesionalisme dan produktivitas tinggi. Namun, tekanan ini berimplikasi pada meningkatnya risiko stres dan burnout di kalangan pekerja yang tak terkecuali pekerja muda.
Dalam acara Konferensi Pers Diseminasi Survei Kesehatan Jiwa Pekerja Sektor Keuangan di Indonesia, terungkap bahwa perbandingan 3 dari 10 pekerja yang diantaranya adalah pekerja muda di sektor keuangan mengalami kondisi fatigue akibat stres kerja berkepanjangan.
Kondisi fatigue ini bukan hanya soal kelelahan fisik, tetapi lebih mendalam, mencakup kelelahan mental yang akhirnya mengganggu produktivitas dan kesejahteraan pekerja.
Fatigue atau kelelahan ekstrem telah menjadi salah satu jenis stres paling umum di sektor keuangan, terutama di kalangan pekerja muda yang berada di bawah usia 40 tahun. "Siapakah mereka? Ternyata lebih muda. Di bawah 40 tahun, kebanyakan stres untuk bekerja," ujar Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH, seorang peneliti dan inisiator Kaukus Keswa, dalam konferensi pers yang diadakan Rabu, 13 November 2024.
Di sektor yang bergerak cepat dan berisiko tinggi ini, fatigue kerap kali tak terhindarkan, mengingat beban kerja berlebih (quantitative job overload) yang harus mereka tanggung setiap harinya. Dalam hasil survei yang diseminasi dalam acara ini, pekerja muda menghadapi tekanan dari target kerja tinggi, peran ganda, dan ekspektasi perusahaan yang menuntut mereka untuk bekerja secara efisien dan akurat.
Ada beberapa faktor utama yang berkontribusi pada tingginya tingkat fatigue di kalangan pekerja muda di sektor keuangan:
1. Konflik Peran (Role Conflict)
Dalam industri yang diatur ketat seperti perbankan, pekerja muda kerap menghadapi konflik peran antara berbagai tanggung jawab pekerjaan. “Struktur perbankan yang sangat ketat dan diatur oleh Bank Indonesia serta OJK menuntut ketelitian tinggi. Tidak boleh ada keliru karena angka yang dikelola sangat berisiko," jelas Prof. Rofikoh Rokhim, S.E.,SIP, DEA, Ph.D, inisiator Kaukus Keswa.
2. Beban Kerja Berlebihan (Quantitative Job Overload)
Beban kerja berlebihan menjadi pemicu utama fatigue, di mana pekerja harus menyelesaikan tugas dalam jumlah besar dalam waktu singkat. Ini makin berat ketika mereka merasa harus terus beroperasi di puncak performa untuk mencapai target perusahaan.
3. Keseimbangan Hidup dan Kerja yang Tidak Seimbang (Work-self Balance Negative)
Keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan sulit dicapai, terutama bagi pekerja di bawah usia 40 tahun. Fatigue kian parah ketika para pekerja merasa tidak punya waktu untuk istirahat, akibat dari tekanan untuk terus aktif dan berkontribusi maksimal.
Fatigue tidak hanya berdampak pada kesehatan mental tetapi juga produktivitas. Pekerja yang mengalami fatigue mengalami penurunan kemampuan konsentrasi dan kualitas kerja. Dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH dalam konferensi pers mengungkapkan, “Ketika fatigue muncul, bukan hanya motorik yang terdampak, tapi juga produktivitas menurun. Fatigue ini dapat membuat fokus mereka terhambat, dan otomatis berdampak pada kinerja.”
Fatigue berkepanjangan berdampak buruk pada kualitas hidup pekerja, menurunkan kebahagiaan dan kepuasan dalam pekerjaan, dan dalam jangka panjang, memicu burnout yang berpengaruh pada kesehatan mental dan fisik.
Untuk mengatasi fatigue di sektor keuangan, perusahaan perlu mengambil langkah-langkah konkret yang mendukung kesejahteraan pekerja, salah satunya dengan mendorong dukungan sosial di tempat kerja.
Dukungan dari rekan kerja dan atasan dapat menjadi solusi dalam mengurangi stres, terutama melalui program komunitas yang memungkinkan pekerja berbagi dan mengurangi beban pikiran. “Mengikuti komunitas yang ada di kantor bisa menjadi bagian dari healing” ujar Prof. Rofikoh.
Fatigue di kalangan pekerja muda di sektor keuangan bukanlah isu yang bisa dianggap remeh. Tekanan-tekanan yang ada menjadikan fatigue tantangan yang perlu dihadapi bersama.
Dengan peran aktif perusahaan dalam menyediakan dukungan yang diperlukan, fatigue dapat diatasi, sehingga pekerja muda bisa bekerja optimal dan mencapai kesejahteraan hidup yang seimbang. Bagi perusahaan di sektor keuangan, menjaga kesehatan mental karyawan bukan hanya soal kebijakan, tetapi juga investasi jangka panjang untuk kesuksesan bisnis yang berkelanjutan.
Halaman Selanjutnya
Dalam industri yang diatur ketat seperti perbankan, pekerja muda kerap menghadapi konflik peran antara berbagai tanggung jawab pekerjaan. “Struktur perbankan yang sangat ketat dan diatur oleh Bank Indonesia serta OJK menuntut ketelitian tinggi. Tidak boleh ada keliru karena angka yang dikelola sangat berisiko," jelas Prof. Rofikoh Rokhim, S.E.,SIP, DEA, Ph.D, inisiator Kaukus Keswa.