Jakarta, VIVA – Semakin masifnya konten yang beredar di internet, termasuk media sosial, membuat Kementerian Komunikasi Digital bekerja ekstra keras untuk melakukan pengawasan.
Staf ahli Menkominfo (Komdigi) RI tahun 2016-2019, Gun Gun Siswadi pun memaparkan data dari Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi), bahwa 6.059.312 konten negatif berhasil diblokir, termasuk 3.194.600 konten perjudian online juga telah diblokir Komdigi sejak 2017-30 Juni 2024.
Ilustrasi pemblokiran.
Photo :
- www.pixabay.com/geralt
Artinya, sebaran konten negatif begitu masif dan menjadi tantangan tersendiri di era digital.
“Beredarnya konten hoaks, ujaran kebencian, pornografi, radikalisme, dan penipuan di media sosial menjadi ancaman bagi generasi muda,” kata Gun Gun Siswadi dalam webinar yang digagas oleh Sekolah Politik dan Komunikasi Indonesia bersama Komdigi, pada 26 November 2024 lalu.
Selain konten negatif, banjirnya informasi di internet, dan perilaku tidak produktif akibat penggunaan media sosial yang tidak bijak juga menjadi tantangan di era digital.
Di lain sisi, penggiat kebijakan publik Bayu Satria Utomo menegaskan bahwa masifnya konten negatif, termasuk ujaran kebencian dan diskriminasi, tentu memperkuat prasangka dan memarginalkan kelompok tertentu di ruang digital atau yang biasa dikenal dengan diskriminasi digital.
“Diskriminasi digital adalah tindakan atau perlakuan yang tidak adil terhadap individu atau kelompok di ruang digital, seperti internet dan platform online, berdasarkan karakteristik tertentu. Diskriminasi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk akses, konten, dan perilaku di lingkungan digital,” ujar Bayu Satria Utomo.
Bayu pun memberikan salah satu cara untuk melawan konten negatif yakni dengan menciptakan konten positif berupa edukatif dan inspiratif, yang disusun dengan strategi tertentu, sehingga bisa menciptakan ruang digital tanpa diskriminasi.
Berikut 3 strategi yang bisa dijalankan untuk menciptakan ruang digital yang positif:
1. Kampanye kesadaran, misalnya dengan menciptakan kampanye melawan diskriminasi dan perundungan.
2. Bentuk kolaborasi komunitas online yang mendukung dan inklusif.
3. Sedangkan yang ketiga, bisa dengan memanfaatkan platform media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube dalam menyebarkan pesan positif.
“Pentingnya peran generasi muda dalam menciptakan ruang digital yang positif, di mana dampaknya dapat tercipta melalui perubahan kecil yang konsisten, sehingga bisa mewujudkan ruang digital tanpa diskriminasi,” papar Bayu.
Dalam kesempatan yang sama, Gun Gun pun sepakat dengan peran anak muda yang sangat penting dalam menciptakan ruang digital tanpa diskriminasi.
Ilustrasi menggunakan internet dengan mobile broadband.
Paling tidak ada 3 hal yang bisa dilakukan anak muda sebagai agen perubahan dalam menghadapi beragam tantangan digital saat ini.
“Pertama inovasi, di mana anak muda dapat menciptakan solusi kreatif dan sololutif melalui literadi digital, kemudian keterlibatan mereka secara aktif dalam isu-isu sosial dan politik, dan terakhir anak muda melakukan transformasi menjadi agen perubahan yang membawa dampak positif,” tutur Gun Gun.
Sebagai informasi, webinar tersebut bertemakan “Menciptakan Ruang Digital yang Positif Tanpa Diskriminasi."
Webinar juga diikuti masyarakat umum, terutama generasi muda, dan diselenggarakan melalui platform Zoom Meeting.
Halaman Selanjutnya
“Diskriminasi digital adalah tindakan atau perlakuan yang tidak adil terhadap individu atau kelompok di ruang digital, seperti internet dan platform online, berdasarkan karakteristik tertentu. Diskriminasi ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk akses, konten, dan perilaku di lingkungan digital,” ujar Bayu Satria Utomo.