Jakarta, VIVA – Pemecatan Shin Tae-yong dari kursi pelatih Timnas Indonesia oleh PSSI pada Senin 6 Januari 2025 sampai sekarang masih jadi bahasan hangat di media sosial. Penggemar sepakbola nasional banyak yang mengkritik keputusan tersebut.
Bukan tanpa alasan rasa keberatan atas keputusan PSSI tersebut muncul. Sebagian dari mereka masih merasa Shin Tae-yong memiliki peran baik untuk Timnas Indonesia.
Buktinya di bawah arahan juru taktik asal Korea Selatan tersebut, Timnas Indonesia melaju sampai ke babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Peluang untuk lolos ke babak berikutnya pun terbuka.
Ketua Umum PSSI, Erick Thohir ditanya mengenai respons publik terhadap keputusan pemecatan Shin Tae-yong. Dia mengaku tidak mempersalahkan itu terjadi, karena biasa saja dalam sebuah negara demokrasi.
"Kita negara demokrasi, semua bisa berbicara dengan konteks yang baik, menghargai perbedaan itu hal yang lumrah," kata Erick Thohir.
Namun pria yang juga menjabat sebagai Menteri BUMN itu mengingatkan agar kritik yang disuarakan tidak berlebihan. Jangan sampai ada emosi kelewat batas seperti yang ada sebelumnya.
Erick memberi contoh ketika Timnas Indonesia U-23 gagal di play-off Olimpiade 2024 Paris melawan Guinea. Kata-kata yang kurang baik justru melukai masyarakat Afrika.
"Saya mengingatkan, misal contoh kejadian, kita gagal waktu itu satu game di play-off Olimpiade, terus kita emosi dan mengeluarkan kata-kata yang kurang baik kepada sahabat kita di Afrika. Sepakbola jangan ke area yang seperti itu," tuturnya.
Contoh kasus lagi diberikan Erick seperti ketika masyarakat Indonesia melampiaskan kekesalan atas pertandingan melawan Timnas Bahrain di Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia.
Tapi setelah itu Indonesia bisa mematahkan anggapan negatif dari banyak orang dengan menjadi tuan rumah yang baik ketika menjamu Timnas Jepang. Diharap oleh Erick, jangan sampai keindahan sepakbola dirusak dengan ujaran kebencian.
"Itu yang 'beauty' dari sepakbola, konteks-nya dikembalikan. Jangan hate speech, terus pembunuhan karakter, itu kan dinamikanya biasa di bola," ujar Erick.
"Saya berharap semua ini jadi proses pembelajaran. Karena kan membangun sebuah sepakbola Indonesia, itu juga perlu kesabaran tapi juga butuh kepastian. Di saat bersamaan kita harus bersatu menjalankan segala perbedaan ini."
Halaman Selanjutnya
"Saya mengingatkan, misal contoh kejadian, kita gagal waktu itu satu game di play-off Olimpiade, terus kita emosi dan mengeluarkan kata-kata yang kurang baik kepada sahabat kita di Afrika. Sepakbola jangan ke area yang seperti itu," tuturnya.