Jakarta, VIVA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait usulan akan adanya pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III. Hal ini seiring dengan revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Dwi Astuti mengatakan pihaknya saat ini tengah mendalami rencana tersebut.
"Terkait Rancangan Undang-undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut," ujar Dwi kepada VIVA Jumat, 22 November 2024.
Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan, RUU pengampunan pajak ini diusulkan oleh Komisi XI DPR RI. Dia mengatakan, saat ini pembahasan masih dalam tahap awal, yakni pembahasan dalam kerangka Prolegnas.
Ilustrasi Pajak
Photo :
- pexels.com/Nataliya Vaitkevich
"Sebagai Ketua Komisi XI yang selama ini bermitra dengan Menteri Keuangan, yang di dalamnya itu ada Direktorat Jenderal Pajak, maka Komisi XI berinisiatif untuk kemudian mengusulkan itu menjadi prioritas di 2025," ujar Misbakhun kepada wartawan di Kantor Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 19 November 2024.
Misbakhun mengatakan, program pengampunan pajak ini sebaiknya bisa dibahas dan dijalankan pada tahun 2025 mendatang. Sebab tahun tersebut merupakan waktu yang tepat karena berkaitan dengan cut-off pajak di 2024. Sehingga memberikan ruang bagi pemerintah dan masyarakat untuk menata ulang sektor perpajakan secara menyeluruh.
"Kalau menurut saya sebaiknya di 2025, karena di tahun 2025 itu nanti cut off-nya tax amnesty itu di tahun 2024, sehingga ke depannya kita sudah membersihkan hati kita masing-masing untuk selesaikan sektor pajak," katanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Dwi Astuti
Di samping itu, Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono menilai tax amnesty yang terus berulang ini memunculkan rasa ketidakadilan. Pasalnya pengemplang pajak akan mendapatkan karpet merah untuk membayar pajak dengan tarif khusus. Tarif khusus tersebut lebih rendah dari tarif normal di UU Pajak.
"Sementara itu, wajib pajak yang sudah patuh harus membayar pajak sesuai tarif normal. Kondisi demikian dapat memunculkan antipati bagi wajib pajak patuh," terangnya.
Dia menyebut, wajib pajak yang patuh ini akan akan berpikir bahwa mereka tidak akan patuh membayar pajak. Sebab pemerintah akan memberikan pengampunan pajak untuk jilid berikutnya.
"Pernyataan semakin sangat beralasan karena ada perlakuan tidak adil dari pemerintah ketika ada kebijakan tax amnesty," tekannya.
Halaman Selanjutnya
"Kalau menurut saya sebaiknya di 2025, karena di tahun 2025 itu nanti cut off-nya tax amnesty itu di tahun 2024, sehingga ke depannya kita sudah membersihkan hati kita masing-masing untuk selesaikan sektor pajak," katanya.