Jakarta, VIVA - Polri diminta menjerat seluruh bandar dan pihak terlibat kasus vila di Uluwatu Bali yang dijadikan sebagai clandestine laboratory atau pabrik narkotika jenis hasis dengan menggunakan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo mengatakan penerapan TPPU dalam konteks peredaran narkoba merupakan langkah yang penting. Pasalnya, perdagangan narkoba tak hanya menghasilkan keuntungan finansial yang besar.
Tetapi, kata dia, juga menciptakan jaringan yang kompleks dan sulit dijangkau jika hanya mengandalkan penangkapan pelaku di lapangan.
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (ketiga kanan) menerima aspirasi penyempurnaan UUD NRI 1945 dari Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan dan Putra Putri TNI Polri (FKPPI) di Jakarta, Selasa, 24 September 2024.
Dengan mengaitkan tindakan penyelundupan narkoba dengan pencucian uang, kata dia, Polri dapat mengikuti jejak finansial pelaku serta mengidentifikasi aset-aset yang diperoleh dari hasil kejahatan perdagangan narkoba.
"Menyita aset-aset yang dimiliki oleh bandar narkoba dan kurir diharapkan dapat memberikan efek jera yang mendalam. Dengan cara ini, Polri tidak hanya menghentikan peredaran narkoba, tetapi juga memiskinkan pelaku dan merusak kemampuan finansial jaringan narkoba,” kata dia pada Rabu, 20 November 2024.
Kata dia, keberhasilan dalam menyita aset bisa menjadi sinyal yang kuat bagi para pelaku lainnya bahwa tindakan mereka tidak akan luput dari hukum dan konsekuensinya tidak hanya berupa penjara.
“Tetapi juga hilangnya kekayaan yang telah diperoleh dengan cara yang illegal," jelas dia.
Dia menjelaskan, TPPU jadi salah satu instrumen efektif untuk membongkar jaringan sindikat narkoba yang seringkali memiliki struktur keuangan yang kompleks.
Dengan menerapkan pasal TPPU, lanjutnya, Polri dapat melacak aliran dana yang dihasilkan dari aktivitas ilegal dan mengidentifikasi aset-aset yang didapatkan secara tak sah. Hal ini dinilai penting karena sering kali bandar dan kurir narkoba berusaha menyamarkan sumber pendapatan lewat investasi berbagai macam aset, mulai dari properti sampai kendaraan mewah.
"Kerja sama Polri dengan pihak terkait, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam penerapan pasal TPPU sangat penting. PPATK memiliki peran vital dalam mengawasi dan menganalisis transaksi keuangan yang mencurigakan,” jelas dia.
Dengan adanya akses data dan informasi dari PPATK, Polri dapat lebih efektif dalam melacak aliran dana yang berasal dari kegiatan peredaran narkoba. "Kerja sama ini tidak hanya memperkuat basis bukti dalam perkara TPPU, tetapi juga memperluas cakupan investigasi terhadap jaringan sindikat narkoba yang lebih luas," ujar Bamsoet.
Adapun, Korps Bhayangkara diketahui berhasil menangkap empat orang tersangka dengan barang bukti antara lain hasis padat, 53.210 butir happy five, dan 765 buah cartridge yang sudah terisi dengan total 2.294 gram. Nilai keseluruhan barang bukti itu mencapai Rp1,5 triliun lebih.
"Keberhasilan Polri mengungkap pabrik pembuatan narkoba jenis hasis di Bali menunjukan komitmen dan kerja keras Polri dalam memberantas peredaran narkoba di tanah air,” jelas dia.
Ia menjelaskan, operasi ini tidak hanya menggagalkan produksi dan distribusi narkoba yang dapat merusak generasi muda, tetapi juga memberikan pesan tegas kepada para sindikat narkoba bahwa negara hadir dalam memerangi peredaran narkoba di Indonesia.
"Polri harus mengusut tuntas serta menangkap semua yang terlibat dalam sindikat tersebut," katanya lagi.
Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Mabes Polri kembali membongkar clandestine laboratorium tempat pembuatan narkoba, di sebuah vila di kawasan Jalan Raya Uluwatu, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali.
Pengungkapan itu, kata Kabareskrim Mabes Polri Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada, hasil dari penangkapan pelaku di wilayah Yogyakarta dengan barang bukti narkoba jenis hasis seberat 25kg.
Wahyu Widada mengatakan, hasis itu diketahui diproduksi di Bali. Namun, dalam pengungkapannya, pelaku sering berpindah tempat.
"Awalnya terdeteksi di wilayah Gatsu, Denpasar, kemudian berpindah ke wilayah Padangsambian, Denpasar, dan lokasi terakhir berada di sebuah vila di kawasan Uluwatu, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali," kata Wahyu Widada di Badung, Bali pada Selasa, 19 November 2024.
Halaman Selanjutnya
“Tetapi juga hilangnya kekayaan yang telah diperoleh dengan cara yang illegal," jelas dia.