Jakarta, VIVA – Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menyoroti Penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong. Menurut Abdul Fickar, Kejagung telah melakukan diskriminasi dalam penetapan tersangka Tom Lembong.
Abdul Fickar mengtakan apa yang dilakukan Kejagung terhadap Tom Lembong tidak adil. Menurutnya, Tom tak bisa dipidana hanya berdasarkan dugaan kesalahan dalam pengambilan kebijakan.
Eks Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong jalani pemeriksaan kesehatan sebelum ditahan Kejaksaan Agung (dok. Istimewa)
Photo :
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Fickar menegaskan, seorang pengambil kebijakan dimungkinkan mengambil sikap yang berisiko berkaitan dengan jabatannya. Karena itu, ia menilai penetapan Tom sebagai tersangka bisa menjadi preseden dan membuat orang tak berani untuk menjadi pejabat publik.
Fickar mengatakan, kebijakan sejatinya tak bisa dipidanakan karena dibuat pejabat publik dengan dasar wewenang yang dipegangnya.
"Kecuali kalau bisa dibuktikan pejabat publik itu mendapatkan sesuatu materi yang bernilai ekonomis, ini namanya penyalahgunaan jabatan, gratifikasi, dan sebagainya," ujar Fickar, dikutip Minggu, 17 November 2024.
“Kejaksaan merusak hukum Indonesia karena penetapan Tom diskriminatif,” Sambung Fickar.
Tom Lembong sendiri tengah mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Fickar mengatakan, praperadilan merupakan langkah hukum yang bisa diambil tersangka untuk menguji aspek formil yang dilakukan penegak hukum. Nanti, hakim akan menguji semua keabsahan bukti untuk memastikan prosedur perkara dijalankan dengan baik.
“Praperadilan juga masuk ke materi perkara dalam pengertian apa sudah cukup alasan bukti-bukti yang dijadikan dasar penersangkaan itu secara materil,” ucap Fickar.
Jika semua bukti dinilai sah, penetapan tersangka terhadap Tom tidak akan dianulir hakim dan perkara dilanjutkan. Namun, jika disimpulkan bermasalah, status tersangka harus dicabut.
Salah satu pertimbangan hakim yakni kebebasan saksi dalam memberikan keterangan. Jika orang yang diperiksa penyidik merasa dipaksa, status tersangka bakal dipertanyakan.
“Karena bisa jadi saksi-saksi itu dipaksa atau terpaksa karena pekerjaannya berhubungan dengan korban atau pelapor, karena itu keterangannya membela korban,” ujar Fickar.
Praperadilan juga bisa mempertimbangkan unsur politik dalam kasus Tom. Jika terendus, Kejagung bisa kalah. “Karena tidak mustahil seorang ditersangkakan karena faktor politik dan faktor kepentingan lain selain juridis. Hakim papid harus menggalinya,” ujar Fickar.
Fakta lain yang bisa dipertimbangkan yakni keputusan Tom dalam mengimpor gula. Itu, kata Fickar, bisa dikomparasi dengan pejabat lain, saat itu.
“Atau juga mempertimbangkan fakta-fakta mengapa Mendag lain yang mengimpor seperti TL (Tom Lembong) tidak ditersangkakan? ini juga bisa jadi pertimbangan hakim prapid,” kata Fickar.
Thomas Trikasih Lembong (TTL) saat ditangkap Kejaksaan Agung
Photo :
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Sidang Praperadilan yang akan digelar Senin, 18 Nopember 2024 di PN Jaksel mendapat perhatian luas. Independensi hakim untuk memutus perkara secara adil dipertaruhkan.
Halaman Selanjutnya
Tom Lembong sendiri tengah mengajukan gugatan praperadilan atas status tersangkanya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).