Jakarta, VIVA – Di tengah harapan tinggi terhadap pendidikan tinggi, realitas tak selalu seindah yang dibayangkan. Banyak lulusan perguruan tinggi, baik di negara maju maupun berkembang, justru menghadapi tantangan besar dalam memasuki dunia kerja.
Gelar sarjana yang dulu dianggap tiket menuju masa depan cerah kini tidak lagi menjamin pekerjaan layak atau stabilitas finansial.
Fenomena ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, dari total 7,28 juta pengangguran, lebih dari 1 juta di antaranya merupakan lulusan universitas. Jumlah ini menunjukkan bahwa pendidikan tinggi bukan jaminan utama untuk mendapatkan pekerjaan.
Lalu, mengapa banyak sarjana menganggur dan bahkan menyesal kuliah?
Ribuan Pencari Kerja Padati Job Fair
Photo :
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
1. Terlalu Banyak Lulusan, Terlalu Sedikit Lapangan Kerja
Riset menyebutkan terjadi degree inflation atau inflasi gelar, di mana semakin banyak orang memiliki gelar akademik, tetapi jumlah pekerjaan yang membutuhkannya tidak meningkat sebanding. Akibatnya, gelar menjadi kurang berharga di mata pemberi kerja.
2. Gelar Terasa Seperti Formalitas
Banyak perusahaan masih mensyaratkan gelar hanya sebagai formalitas, bukan karena kebutuhan riil. Fenomena credentialism ini membuat lulusan harus bersaing untuk pekerjaan yang sebenarnya bisa dikerjakan oleh mereka tanpa gelar sekalipun.
3. Underemployment: Bekerja Tapi Tidak Sesuai Kapasitas
Banyak sarjana bekerja di bidang yang tidak sesuai dengan pendidikan mereka. Contohnya, lulusan teknik menjadi kasir, atau sarjana ekonomi menjadi ojek online. Ini disebut underemployment, dan ini umum terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia.
4. Penyesalan Karena Biaya Pendidikan Tinggi
Di Inggris, survei Barclays menunjukkan 44% lulusan menyesal kuliah karena merasa gelarnya tak diperlukan di pekerjaan saat ini. Di AS, survei Resume Genius menyebut 23% Gen Z juga menyesal karena terjebak utang pendidikan tinggi tanpa hasil sepadan.
5. Tidak Siap Kerja, Kurikulum Tidak Sesuai Dunia Nyata
Studi dari Federal Reserve Bank of New York menyatakan satu dari empat lulusan merasa kuliah tidak mempersiapkan mereka masuk dunia kerja. Kurikulum terlalu teoretis dan minim pelatihan praktis menjadi penyebab utamanya.
6. Pasar Kerja Lebih Butuh Skill daripada Ijazah
Seiring transformasi digital, banyak perusahaan lebih memilih pekerja yang memiliki skill-based certification atau pengalaman langsung. Bahkan Google dan beberapa raksasa teknologi lain tidak lagi mewajibkan gelar sarjana untuk banyak posisi.
7. Utang Pendidikan Membebani Mental dan Finansial
Di negara-negara seperti AS dan Inggris, utang pinjaman pendidikan menjadi beban besar bagi lulusan. Banyak yang menolak kenaikan gaji demi menghindari cicilan utang yang lebih tinggi.
8. Gelar Tidak Menjamin Karier Cemerlang
Menurut Business Insider, pengangguran jangka panjang justru meningkat pada pemegang gelar tinggi seperti master dan PhD. Mereka kalah bersaing dengan pekerja non-gelar yang memiliki keahlian praktis dan fleksibel.
9. Mismatch Antara Gelar dan Permintaan Pasar
Terlalu banyak sarjana di bidang sosial atau humaniora, sementara dunia kerja justru butuh lulusan vokasi, teknik, atau STEM. Ketidaksesuaian ini menyebabkan banyak lulusan tidak terserap pasar.
10. Generasi Muda Mulai Sadar, Kuliah Bukan Satu-satunya Jalan
Generasi muda kini lebih kritis. Mereka mulai memilih jalur alternatif seperti bootcamp, sertifikasi digital, atau kerja freelance. Beberapa bahkan lebih memilih langsung bekerja atau membangun bisnis ketimbang mengejar gelar.
Fenomena meningkatnya pengangguran lulusan universitas menjadi sinyal bahwa dunia pendidikan dan pasar kerja perlu berbenah. Bagi calon mahasiswa, penting untuk mempertimbangkan relevansi jurusan, kebutuhan pasar, serta kemampuan finansial sebelum memutuskan kuliah.
Halaman Selanjutnya
2. Gelar Terasa Seperti Formalitas