Senin, 17 Maret 2025 - 13:00 WIB
VIVA – Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, mengungkap rencana pengiriman 10.000 pasukan perdamaian ke Ukraina. Pernyataan tersebut disampaikan Starmer dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) virtual di London, 15 Maret 2025 lalu.
Rencana Inggris disampaikan Starmer di depan 29 pemimpin negara internasional, dalam perhelatan yang diselenggarakan untuk menciptakan koalisi pengamanan Ukraina.
Starmer menjelaskan, pasukan penjagan perdamaian akan diterbangkan ke Kiev dengan ukuran 10.000 personel. Di mana, sebagian besar unit militer berasal dari Inggris dan Prancis.
Di sisi lain, 35 negara juga telah menyepakati pengiriman pasukan penjaga perdamaian, memasok senjata dan logistik hingga dukungan intelijen ke negara Volodymyr Zelensky.
VIVA Militer: Pasukan Angkatan Bersenjata Inggris
Photo :
- EPA/Zurab Kurtsikidze
"Kekuatan yang signifikan dengan sejumlah besar negara menyediakan pasukan dan kelompok yang jauh lebih besar berkontribusi dengan cara lain," ujar Starmer dilansir VIVA Militer dari The Kyiv Independent.
35 negara yang bersedia menyokong Ukraina juga tak hanya berasal dari Eropa. Australia, Kanada, dan Selandia Baru, menjadi negara non-Eropa yang ambil bagian dalam seruan tersebut.
Mekipun demikian, pengiriman 10.000 personel yang diinisiasi Inggris memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pasukan militer Amerika Serikat (AS), yang diajukan ke Presiden Donald Trump.
Sebelumnya, Zelensky mendesak negara-negara Eropa untuk segera menempatkan 100.000 hingga 150.000 tentara di garis depan Ukraina, untuk secara efektif menghalangi militer Rusia.
VIVA Militer: Pasukan Angkatan Bersenjata Inggris
Photo :
- Estonian Defence Force
Setelah pertemuan tersebut, Starmer mengisyaratkan jika pasukan perdamaian di Ukraina meliputi sektor darat dan udara.
"Pasukan di darat dan pesawat di langit akan memberikan jaminan keamanan bagi Ukraina setelah kesepakatan damai di masa mendatang," kata Starmer.
Halaman Selanjutnya
Mekipun demikian, pengiriman 10.000 personel yang diinisiasi Inggris memiliki jumlah yang jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah pasukan militer Amerika Serikat (AS), yang diajukan ke Presiden Donald Trump.