Jakarta, VIVA – Perkumpulan Pedagang Kelontong Seluruh Indonesia (Perpeksi) menyatakan kesiapan berkolaborasi dengan pemerintah dalam gerakan edukasi pembatasan konsumsi rokok melalui stiker larangan penjualan rokok di bawah usia 21 tahun.
Ketua Umum Perpeksi, Junaedi mengatakan, anjuran ini menjadi pilihan yang lebih bijak, ketimbang dorongan penyusunan aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 seperti penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
"Saya setuju untuk anak di bawah usia 21 tahun tidak merokok. Namun untuk usia 21 ke atas, itu saya rasa merupakan pilihan orang dewasa untuk menentukan selera apa yang mau dikonsumsi," kata Junaedi dalam keterangannya, Jumat, 31 Januari 2025.
Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Photo :
- VIVAnews/Arrijal Rachman
Wacana ini sebelumnya telah dijelaskan oleh Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau (PPAT) Kemenkes, Benget Saragih. Menurutnya, stiker larangan menjual rokok kepada warga di bawah usia 21 tahun dinilai lebih tepat sasaran, karena mendorong edukasi kepada masyarakat luas.
"Upaya ini bisa memberikan pemahaman untuk menekan angka konsumsi rokok di kalangan usia muda," ujar Junaedi.
Kemenkes melalui PP 28/2024 juga mengatur larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, yang telah menuai banyak protes dari berbagai pihak dan kalangan.
Padahal, banyak warung yang sudah berjualan bertahun-tahun di lingkungan tersebut, bahkan sebelum sekolah atau tempat bermain anak-anak itu didirikan. Junaedi menegaskan, pembatasan yang dibebankan kepada warung-warung ini nantinya akan merugikan pendapatan para pedagang yang berjualan di sekitar lokasi tersebut.
Menurutnya, aturan itu akan berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat kelas menengah ke bawah, yang didominasi oleh para pelaku UMKM termasuk para pemilik warung-warung kelontong tersebut.
"Sampai saat ini pendapatan dari menjual rokok menjadi penyumbang terbesar pedagang, sekitar 60 persen dari total pendapatan warung-warung," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Padahal, banyak warung yang sudah berjualan bertahun-tahun di lingkungan tersebut, bahkan sebelum sekolah atau tempat bermain anak-anak itu didirikan. Junaedi menegaskan, pembatasan yang dibebankan kepada warung-warung ini nantinya akan merugikan pendapatan para pedagang yang berjualan di sekitar lokasi tersebut.