Bogor, VIVA – Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Muhammad Yusuf Ateh mengaku pihaknya menemukan anggaran tidak efektif yang digelontorkan oleh pemerintah daerah (Pemda) mencapai lebih dari Rp141 triliun.
Hal tersebut disampaikan Yusuf Ateh dalam paparannya di acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Tahun 2024, di Sentul, Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 7 November 2024.
"Hasil pengawasan kami, masih melihat angka yang sangat tinggi tentang ketidakefektifan dan tidak efisien. Kami sampel, itu kalau rupiahnya, itu yang tidak efektif, tidak efisien, itu melebihi Rp141 triliun," kata Ateh.
Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh
Photo :
- VIVA/Ahmad Farhan Faris
Ia akan menyampaikan temuan BPKP itu kepada kepala daerah. Ateh menilai salah satu penyebab melonjaknya anggaran di suatu daerah adalah kinerja yang mengacu kepada peraturan 20 tahun lalu.
"Kami sudah lihat akar permasalahannya. Kita melihat bahwa perencanaan penganggaran masih banyak juga yang belum jelas ukurannya. Indikator kinerjanya ini masih berulang sampai 20 tahun yang lalu," ujar dia
Kemudian, lanjut dia, tujuan dari sebuah pos anggaran juga masih tidak jelas. Lalu, pos anggaran masih menitikberatkan kepada jumlah kegiatan semata.
"Orientasinya masih output dan sebagainya ukurannya masih jumlah dokumen, jumlah laporan, jumlah kegiatan, tidak kepada masalah outcome sehingga tidak bisa dikaitkan logika program dengan pencapaian outcome yang ingin dicapai," katanya.
Dalam kesempatan itu pula, Ateh memberi pesan kepada kepala daerah agar membehani perencanaan penganggaran uang daerah. Dengan demikian, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dapat bermanfaat 100 persen untuk masyarakat.
Ia juga mengizinkan para kepala daerah untuk mengadakan sesi konsultasi terkait perencanaan penganggaran dengan BPKP.
Menurut Ateh, pihaknya siap membantu para kepala daerah.
"Makanya yang penting ya leadernya lah, mudah-mudahan ada nanti dapat gubernur bupati Walikota yang mau membenahi lah sebenarnya. Kemampuan kapabilitas sudah meningkat, teman-teman di daerah sudah bisa mendeteksi kecurangan-kecurangan," ujar Ateh.
"Masalahnya tinggal bagaimana melakukan tindakan korektif, kalau sudah bicara tindakan korektif sangat bergantung kepada kepala daerah," imbuhnya.
Halaman Selanjutnya
"Orientasinya masih output dan sebagainya ukurannya masih jumlah dokumen, jumlah laporan, jumlah kegiatan, tidak kepada masalah outcome sehingga tidak bisa dikaitkan logika program dengan pencapaian outcome yang ingin dicapai," katanya.