Jakarta, VIVA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengaku telah meminta penjelasan kepada Penjabat Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi terkait Peraturan Gubernur (pergub) Nomor 2 Tahun 2025. Dalam pergub tersebut, ASN di lingkungan Pemprov Jakarta dibolehkan untuk poligami.
Tito menjelaskan, pergub tersebut diteken oleh Teguh dengan tujuan untuk mempersulit ASN pria di lingkungan Pemprov Jakarta menceraikan istrinya. Dia menyoroti angka perceraian yang cukup banyak di kalangan ASN Pemprov Jakarta.
"Tahun lalu, 2024, ada 116 yang dilaporkan, belum, mungkin, yang di luar itu. Nah, beliau (Teguh) tergerak hatinya, ingin mencegah, jangan sampai terjadi perceraian," kata Tito kepada wartawan di kawasan Jakarta Pusat, Senin, 20 Januari 2025.
Ilustrasi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kompleks Balai Kota DKI Jakarta.
Photo :
- ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Tito membeberkan, ada sejumlah faktor yang menjadi penyebab perceraian ASN di lingkungan Pemprov Jakarta, mulai dari istri yang mengalami sakit sehingga tidak mampu memberikan kewajiban biologis hingga cacat.
"Kemudian, tidak memiliki keturunan. Nah, dari dasar itu, Pak Gubernur ingin melindungi, melindungi; saya ulangi narasinya ya: melindungi para istri, para ibu-ibu, anak-anaknya kalau sudah punya anak, supaya suami jangan mudah meninggalkan istri, dibuang begitu saja. Ketika dia ada sakit, kemudian enggak bisa, mohon maaf, melayani, diceraikan," ujarnya.
"Nah, oleh karena itulah, Pak Gubernur membuat peraturan yang mempersulit terjadinya perceraian. Jadi, itu isunya, mempersulit terjadinya perceraian," katanya.
Persyaratan perkawinan dan perceraian yang tertuang dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 lebih rinci dibandingkan PP Nomor 10 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 45 Tahun 1990.
Pj Gubernur Jakarta, Teguh Setyabudi di Kantor DPRD DKI Jakarta, Selasa, 14 Januari 2025
Photo :
- VIVA.co.id/Yeni Lestari
Dalam PP tersebut, izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan apabila memenuhi persyaratan, yaitu istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dan istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan.
Sedangkan, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 4 ayat (1), persyaratan untuk izin beristri lebih dari seorang disebutkan lebih rinci sebagai berikut:
a. Alasan yang mendasari perkawinan:
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya;
2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah sepuluh tahun perkawinan;
b. Mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis;
c. Mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak;
d. Sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak;
e. Tidak mengganggu tugas kedinasan; dan
f. Memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Kemudian, untuk perceraian, dalam Pergub Nomor 2 Tahun 2025 Pasal 11, telah tertuang secara rinci alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin bercerai, yaitu:
a. Salah satu pihak berbuat zina;
b. Salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan;
c. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya;
d. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung;
e. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau
f. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Halaman Selanjutnya
"Nah, oleh karena itulah, Pak Gubernur membuat peraturan yang mempersulit terjadinya perceraian. Jadi, itu isunya, mempersulit terjadinya perceraian," katanya.