Pagar Laut di Tangerang yang Ilegal Dicurigai Bertujuan untuk Reklamasi Alami, Apa itu?

4 hours ago 1

Selasa, 21 Januari 2025 - 15:50 WIB

Tangerang, VIVA – Fenomena pembangunan pagar laut di kawasan pesisir Tangerang menuai sorotan tajam. Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menyatakan bahwa praktik ini masif dilakukan pada 2024 dan melibatkan terbitnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang ia tegaskan sebagai tindakan ilegal.

Menurut Trenggono, pagar laut ini dirancang untuk menahan sedimentasi agar tanah secara perlahan muncul di permukaan.  "Di dasar laut itu tidak boleh ada sertifikat, jadi itu sudah jelas ilegal juga. Pemagaran itu dilakukan agar tanah semakin naik karena sedimentasi tertahan," kata Trenggono dikutip dari Antara, Selasa 21 Januari 2025.

Trenggono mengungkapkan bahwa pagar laut yang dibangun secara terstruktur memiliki potensi untuk mengubah lautan menjadi daratan seiring waktu.

Hal ini dikarenakan fungsi pagar tersebut yang menahan abrasi, sehingga tanah yang terbawa oleh ombak dapat tertahan dan mengendap. 

Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP), Sakti Wahyu Trenggono dan Wakil Menteri KKP, Didit Herdiawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin, 20 Januari 2025

Photo :

  • VIVA.co.id/Yeni Lestari

"Jika digunakan untuk menahan abrasi, lama-lama menjadi dangkal, dan akhirnya berubah menjadi daratan," tambahnya.

Ia juga menjelaskan bahwa reklamasi alami ini dapat menghasilkan daratan dalam jumlah yang signifikan hingga puluhan ribu hektar.

"Saya melaporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektar itu bisa menjadi sekitar 30.000 hektar. Itu angka yang sangat besar," ungkapnya.

Dilansir dari bpk.go.id, reklamasi adalah upaya meningkatkan manfaat sumber daya lahan dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi melalui pengurugan, pengeringan lahan, atau drainase.

Sedangkan reklamasi alami memiliki pendekatan yang berbeda. Proses ini melibatkan pembentukan daratan baru melalui akumulasi material sedimentasi dari laut atau sungai, tanpa metode konstruksi besar-besaran seperti yang dilakukan dalam reklamasi konvensional.

Reklamasi alami sering kali diarahkan menggunakan struktur sederhana seperti pagar laut, tanggul, atau penghalang lainnya untuk menahan sedimentasi yang terbawa arus air.

Dengan waktu dan kondisi lingkungan yang mendukung, material ini secara perlahan membentuk daratan baru.

Dalam praktiknya, pelaksanaan reklamasi harus mematuhi aturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

 Reklamasi hanya dapat dilakukan jika manfaat sosial dan ekonominya lebih besar daripada biaya yang ditimbulkan.

Meski memiliki sisi positif, seperti potensi pemanfaatan daratan baru untuk pemukiman atau infrastruktur, reklamasi alami juga menimbulkan berbagai kontroversi. 

Tanpa pengelolaan yang baik, proses ini dapat merusak ekosistem laut dan mengancam habitat biota yang ada.

Halaman Selanjutnya

"Saya melaporkan kepada Bapak Presiden, dari 30 hektar itu bisa menjadi sekitar 30.000 hektar. Itu angka yang sangat besar," ungkapnya.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |