Seoul, VIVA – Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol akan mematuhi prosedur hukum jika ia didakwa atau surat perintah penangkapan resmi diajukan atas darurat militer yang berlaku dalam waktu singkat, alih-alih surat perintah penahanan sementara saat ini.
Hal itu disampaikan oleh pengacara Yoon, pada Rabu, 8 Januari 2025.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol
Photo :
- AP Photo/Manu Fernandez)
Mereka juga mengatakan presiden bersedia menghadiri sidang pemakzulannya di Mahkamah Konstitusi tanpa batasan, jika syarat-syaratnya terpenuhi.
Namun, masih harus dilihat apakah pihak presiden akan benar-benar mematuhi prosedur hukum, karena ia belum mematuhi surat perintah penahanan yang dikeluarkan atas permintaan Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO), yang memimpin investigasi bersama dengan polisi dan kementerian pertahanan.
Para pengacara menegaskan kembali pendirian mereka untuk tidak bekerja sama dengan surat perintah penahanan sementara yang dibawa CIO.
Surat perintah penahanan biasanya dikeluarkan ketika penyidik perlu segera menahan tersangka untuk diinterogasi sebelum mengajukan surat perintah penangkapan resmi. Hal ini memungkinkan mereka menahan tersangka selama 48 jam, dan jika mereka ingin melanjutkan pemeriksaan dalam tahanan, mereka harus mengajukan surat perintah penangkapan terpisah.
Sebelumnya, Yoon secara terang-terangan menolak untuk bekerja sama dengan surat perintah penahanan sementara, dengan alasan bahwa lembaga antikorupsi tidak memiliki dasar hukum untuk menyelidiki tuduhan pemberontakan.
"(Mereka harus) membuat dakwaan, atau meminta surat perintah penangkapan resmi. Kemudian, kami akan bersedia bekerja sama dengan proses pengadilan," kata Yun Gap-keun, anggota tim hukum Yoon, dalam konferensi pers di Seoul.
Tim hukum presiden juga mengklaim bahwa surat perintah penahanan, yang dikeluarkan oleh Pengadilan Distrik Barat Seoul, tidak sah, dengan alasan bahwa CIO berada di bawah yurisdiksi Pengadilan Distrik Pusat Seoul.
Para pengacara juga mengatakan Yoon akan secara aktif membela diri di persidangan pemakzulan.
"Tidak ada perubahan dalam kesediaan presiden untuk menghadiri sidang Mahkamah Konstitusi," ujar Yun, dikutip dari The Korea Times, Jumat 10 Januari 2025.
"Namun, ia akan dapat menghadiri persidangan setelah kontroversi seputar pencabutan dakwaan pemberontakan dan masalah lainnya diselesaikan, dan persyaratan yang relevan terpenuhi agar presiden dapat berbicara. Tidak ada batasan berapa kali (kehadirannya)," tambahnya.
Pengacara juga mencatat masalah keamanan harus diselesaikan agar presiden dapat hadir di pengadilan.
Pernyataan Yun muncul di tengah meningkatnya kontroversi seputar apakah dakwaan pemberontakan harus dikecualikan sebagai dasar pemakzulan presiden di pengadilan.
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada Selasa, 29 Oktober 2024, menyatakan bahwa penempatan tentara Korea Utara di Rusia merupakan ancaman keamanan bagi Korea Selatan dan komunitas global, menurut laporan media lokal.
Partai oposisi juga telah menyerukan pencabutan dakwaan pemberontakan, yang ditangani secara terpisah oleh otoritas investigasi, dengan alasan bahwa pemakzulan harus difokuskan hanya pada apakah deklarasi darurat militer Yoon tidak konstitusional.
Di sisi lain, Partai Kekuatan Rakyat (PPP) yang berkuasa dan tim pembela hukum Yoon telah menolak pencabutan dakwaan pemberontakan, yang mereka pandang sebagai poin utama dari mosi pemakzulan Majelis Nasional.
Mereka berpendapat bahwa pencabutan dakwaan akan membuat mosi tersebut tidak berarti, dan oleh karena itu pengadilan harus menolaknya. Namun, pengadilan belum membuat keputusan akhir tentang masalah tersebut.
Halaman Selanjutnya
Sebelumnya, Yoon secara terang-terangan menolak untuk bekerja sama dengan surat perintah penahanan sementara, dengan alasan bahwa lembaga antikorupsi tidak memiliki dasar hukum untuk menyelidiki tuduhan pemberontakan.