Jakarta, VIVA – Orang kaya akan mendapatkan pengampunan pajak atau tax amnesty, di tengah masyarakat yang mau dikenakan tarif kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12 persen pada 2025. Hal ini setelah revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute, Prianto Budi Saptono mengatakan, kebijakan yang diwacanakan tersebut dari sisi pemerintah, dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak atau tax ratio.
"Ketika rasio pajak naik, belanja pembangunan akan lebih fleksibel dan utang negara bisa diturunkan. Hal demikian akan menyehatkan APBN yang dominasi utama penerimaannya berasal dari pajak," ujar Prianto saat dihubungi VIVA Kamis, 21 November 2024.
Direktorat Jenderal pajak (DJP)
Berdasarkan pengalaman selama ini melalui tax amnesty jilid I dan tax amnesty jilid II membuat penerimaan pajak meningkat signifikan. Namun, peningkatan tersebut tidak diikuti di tahun-tahun berikutnya setelah tax amnesty berakhir.
Di sisi lain, Prianto menilai tax amnesty yang terus berulang ini memunculkan rasa ketidakadilan. Pasalnya pengemplang pajak akan mendapatkan karpet merah untuk membayar pajak dengan tarif khusus. Tarif khusus tersebut lebih rendah dari tarif normal di UU Pajak.
"Sementara itu, wajib pajak yang sudah patuh harus membayar pajak sesuai tarif normal. Kondisi demikian dapat memunculkan antipati bagi wajib pajak patuh," terangnya.
Dia menyebut, wajib pajak yang patuh ini akan akan berpikir bahwa mereka tidak akan patuh membayar pajak. Sebab pemerintah akan memberikan pengampunan pajak untuk jilid berikutnya.
"Pernyataan semakin sangat beralasan karena ada perlakuan tidak adil dari pemerintah ketika ada kebijakan tax amnesty," tekannya.
Secara teoritis sambung Prianto, kebijakan tax amnesty seharusnya dilakukan satu generasi, satu kali. Akan tetapi, praktiknya berkata lain. Menurutnya, secara logika sederhana ketika negara membutuhkan dana secara instan tanpa perlu penegakan hukum pajak, tax amnesty menjadi opsi paling rasional.
Ilustrasi Pajak
Photo :
- pexels.com/Nataliya Vaitkevich
"Alasan yang digunakan adalah pemerintah perlu memberi ruang bagi mereka pengemplang pajak untuk 'bertaubat'. Akan tetapi, rasa keadilan bagi wajib pajak yang sudah patuh seperti diuraikan di atas tidak diperhatikan," tegasnya.
Untuk rencana kenaikan PPN 12 persen ini, menurut Prianto bisa dibatalkan dengan tiga cara. Pertama menerbitkan Perppu yang mengubah Pasal 7 UU PPN.
Kedua, mengirimkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan RUU APBN Revisi 2025 agar kedua aturan itu dibahas untuk merevisi UU APBN 2025 yang sudah disahkan dengan basis tarif 12 persen. Sedangkan ketiga, membuat naskah akademik utk membuat revisi UU PPN kembali.
Halaman Selanjutnya
"Pernyataan semakin sangat beralasan karena ada perlakuan tidak adil dari pemerintah ketika ada kebijakan tax amnesty," tekannya.