Jakarta, VIVA - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir menyampaikan seruan tegas agar Dewan Keamanan PBB segera mengambil langkah nyata untuk mengakhiri penderitaan rakyat Palestina, setelah kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Pernyataan itu, dia sampaikan dalam Sidang Terbuka di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang membahas isu Timur Tengah dan Palestina, pada Senin, 21 Januari 2025, sebagaimana keterangan pers Kemlu RI yang diperoleh pada Selasa.
"Kami menyambut baik tercapainya gencatan senjata di Gaza, dan kesepakatan ini harus menjadi langkah awal mencapai perdamaian di Timur Tengah," ujar Arrmanatha.
Serangan udara militer Israel ke Jalur Gaza, Palestina
Namun, ia juga menyesalkan bahwa kesepakatan tersebut baru tercapai setelah jatuh puluhan ribu korban jiwa. "DK PBB harus memastikan setiap fase kesepakatan ini dijalankan sepenuhnya dan menghentikan siklus kekerasan yang terus berulang," tegasnya.
Arrmanatha juga menyoroti pembangunan pemukiman ilegal di wilayah Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang terus meluas, yang disertai dengan kekerasan dan impunitas yang semakin tak terkendali.
Dalam pernyataannya, Arrmanatha menyampaikan dua hal yang harus menjadi fokus utama pasca disepakatinya gencatan senjata, yaitu yang pertama, perlunya mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza.
Dia menyerukan agar bantuan kemanusiaan dapat segera disalurkan tanpa hambatan, sejalan dengan seruan Sekjen PBB.
VIVA Militer: Bendera Palestina di tengah puing bangunan kota Gaza
Photo :
- washingtoninstitute.org
Ia juga menekankan pentingnya jaminan keselamatan bagi pekerja kemanusiaan dan mendesak agar upaya rekonstruksi Gaza mulai dipersiapkan, termasuk pencabutan blokade 18 tahun yang telah melumpuhkan perekonomian Gaza.
"Peran UNRWA (Badan PBB untuk pengungsi Palestina) sangat krusial dalam mencapai langkah-langkah tersebut. DK PBB harus melindungi UNRWA dari segala ancaman dan kampanye disinformasi yang menyerang lembaga ini," katanya.
Upaya kedua yang perlu menjadi fokus adalah mengembangkan solusi politik yang komprehensif untuk mengakhiri konflik Israel dan Palestina, dengan mendukung solusi dua-negara sebagai jalan menuju perdamaian.
Wamenlu RI pun menegaskan bahwa solusi dua-negara adalah satu-satunya jalan menuju masa depan yang adil bagi Palestina dan Israel. "Alternatif lain hanya akan menghasilkan apartheid dan penindasan," ujarnya.
Selanjutnya, Arrmanatha mengajak masyarakat internasional untuk mendorong dialog yang tulus guna mengatasi akar masalah kolonialisme dan ketidakadilan sejarah di Palestina.
Dia juga menyerukan dukungan penuh dan komitmen Indonesia untuk menyukseskan High Level International Conference on the Implementation of the Two-State Solution, yang akan berlangsung pada Juni mendatang, sebagai langkah konkret untuk mewujudkan perdamaian.
Wamenlu RI lebih lanjut juga mengajak DK PBB untuk dapat menegaskan relevansinya di tengah situasi global yang semakin kompleks. Untuk itu, dia menyerukan terutama kepada negara anggota tetap DK PBB untuk menghentikan kebuntuan dan mendorong reformasi di DK PBB.
"Sejarah akan menilai apakah DK PBB mampu bangkit menghadapi tantangan atau justru menjadi tidak relevan," kata Arrmanatha.
Sesi Debat Terbuka DK PBB kali ini dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Aljazair Ahmed Attaf, yang menjabat sebagai Presiden DK PBB pada Januari.
Agenda "Middle East, including the Palestinian Question" telah menjadi salah satu agenda utama DKK PBB selama lebih dari tujuh dekade dan dibahas secara berkala setiap tiga bulan.
Partisipasi aktif Indonesia dalam Sidang itu menunjukkan komitmen teguh terhadap perjuangan bangsa Palestina.
Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Menteri Luar Negeri RI Sugiono dalam Pernyataan Pers Tahunan Menlu pada awal Januari.
Sidang tersebut juga dihadiri oleh tujuh negara pada tingkat menteri, antara lain Palestina, Slovenia, Kolombia, Namibia dan Sierra Leone, yang meneguhkan isu Palestina sebagai isu yang menjadi perhatian tinggi dari negara di berbagai kawasan. (ant)
Halaman Selanjutnya
Dalam pernyataannya, Arrmanatha menyampaikan dua hal yang harus menjadi fokus utama pasca disepakatinya gencatan senjata, yaitu yang pertama, perlunya mengakhiri krisis kemanusiaan di Gaza.