Dari 38 Tahap Jadi 5 Fase, Polri Siap Modernisasi Layanan Pengunjuk Rasa!

4 weeks ago 7

Kamis, 27 November 2025 - 13:56 WIB

Jakarta, VIVAPolri tengah merumuskan ulang model dan standar pelayanan terhadap pengunjuk rasa agar lebih humanis, profesional, dan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pembaruan ini dilakukan secara bertahap dan berbasis kajian multidisipliner, masukan publik, serta studi komparatif ke luar negeri. Wakil Kepala Polri, Komisaris Jenderal Polisi Dedi Prasetyo, menegaskan seluruh pendekatan yang disusun berlandaskan visi hukum dan prinsip penghormatan terhadap hak warga negara.

“Penyampaian pendapat di muka publik adalah hak konstitusional. Karena itu, pelayanan terhadap pengunjuk rasa harus kita rumuskan ulang agar lebih adaptif, humanis, dan tetap menjaga keamanan. Semua harus berbasis kajian, riset, dan masukan masyarakat,” ujar Wakapolri, dikutip, Kamis, 27 November 2025.

Komjen Dedi menegaskan bahwa Polri tidak ingin terburu-buru menetapkan regulasi baru secara nasional. Proses penyusunan tetap melibatkan koalisi masyarakat sipil, akademisi, dan para pakar.

“Kami tidak ingin membuat aturan secara tergesa-gesa. Semua masukan dari masyarakat sipil, akademisi, serta hasil studi komparatif akan kami rangkum terlebih dahulu. Ini komitmen kami untuk menghasilkan regulasi yang benar-benar tepat,” ujar dia.

Pada Januari mendatang, tim Polri akan melakukan studi ke Inggris untuk mempelajari Code of Conduct terkait pengendalian massa. Model tersebut terdiri dari lima tahap mulai analisis awal hingga konsolidasi, lengkap dengan aturan 'do and don’t' bagi setiap jenjang petugas.

“Studi komparatif di Inggris sangat penting untuk melihat bagaimana best practice diterapkan. Kita ingin memastikan setiap tindakan di lapangan sesuai standar internasional dan tetap menghormati hak masyarakat,” tutur Wakapolri.

Perubahan internal Polri juga terus berlangsung. Jika sebelumnya sistem pengendalian unjuk rasa mengenal 38 tahap, kini disederhanakan menjadi lima fase yang lebih terukur, diterapkan bersama enam tahapan penggunaan kekuatan sesuai Perkap No. 1 Tahun 2009 dan standar HAM sebagaimana diatur dalam Perkap No. 8 Tahun 2009.

Wakapolri menegaskan perlunya mekanisme evaluasi berjenjang pada setiap tindakan kepolisian.

“Setiap komandan wajib melaporkan progres, analisis tindakan, dampaknya, hingga evaluasi akhir. Ini menjadi pegangan agar kita bisa memperbaiki diri. Organisasi tidak akan berubah jika manusianya tidak berubah,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya

Komjen Dedi juga menekankan pentingnya pendekatan ilmiah dan berbasis riset dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |