Jakarta, VIVA – Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, resmi menahan mantan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud), Iwan Hendry Wardana, buntut kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa penyimpangan kegiatan-kegiatan pada Dinas Kebudayaan Jakarta yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2023.
Iwan Hendry ditahan bersama 2 orang lainnya. Mereka adalah Mohamad Fahirza Maulana, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pemanfaatan di Dinas Kebudayaan, dan Gatot Arif Rahmadi yang berperan sebagai direktur pada event organizer (EO).
Kejati DKI Jakarta menahan eks Kadisbud Jakarta cs itu di Rutan Salemba, Jakarta Pusat, selama dua puluh hari pertama. Penahanan dilakukan setelah para tersangka menjalani proses pemeriksaan pada Senin 6 Januari 2025.
"Dalam proses penyidikan, penyidik menahan IHW di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan MFM di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasiepenkum) Kejati DKI Jakarta, Syahron Hasibuan, dalam keterangannya, Senin 6 Januari.
Kejati DKI Jakarta sudah lebih dulu menetapkan tiga orang tersangka, dalam kasus penyelewengan dana di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta.
Sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, mengungkapkan bahwa dua dari tiga tersangka yang ditetapkan tersebut merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di instansi tersebut.
Tersangka pertama adalah Iwan Hendry Wardana, yang menjabat sebagai Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta non-aktif, yang diduga terlibat dalam skema korupsi tersebut. Tersangka kedua adalah Mohamad Fahirza Maulana, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pemanfaatan di Dinas Kebudayaan.
Sementara itu, tersangka ketiga adalah Gatot Arif Rahmadi, yang berperan sebagai Direktur event organizer (EO) yang digunakan untuk melakukan tindakan fiktif dalam proyek tersebut.
“Para tersangka, yaitu Iwan Hendry Wardana (IHW), Mohamad Fahirza Maulana (MFM), dan Gatot Arif Rahmadi (GAR), telah terbukti terlibat dalam skema manipulasi anggaran dan kegiatan fiktif untuk memperoleh keuntungan pribadi,” ujar Patris di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jakarta Selatan, Kamis 2 Januari 2025.
Modus Operandi
Patris mengungkapkan bahwa dalam kasus ini, para tersangka berkolaborasi untuk memalsukan kegiatan seni dan budaya yang tidak pernah dilaksanakan.
IHW, bersama dengan MFM, menggunakan jasa vendor yang dikelola oleh GAR untuk menyusun kegiatan fiktif yang kemudian diajukan dalam laporan pertanggungjawaban (SPJ). Proses ini dilakukan untuk mencairkan dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan budaya tersebut.
“Dana yang seharusnya digunakan untuk kegiatan seni dan budaya, malah dialihkan. Setelah dana tersebut dicairkan dan masuk ke rekening sanggar fiktif atau nama-nama sanggar yang digunakan dalam laporan, uang tersebut kemudian ditarik kembali oleh GAR dan disalurkan ke rekening pribadinya. Uang itu dipergunakan untuk kepentingan pribadi tersangka IHW dan MFM,” lanjut Patris.
Halaman Selanjutnya
Sementara itu, tersangka ketiga adalah Gatot Arif Rahmadi, yang berperan sebagai Direktur event organizer (EO) yang digunakan untuk melakukan tindakan fiktif dalam proyek tersebut.