Jakarta, VIVA – Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk terlibat dalam pembahasan terkait polemik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 dan aturan turunannya, yakni Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), disambut baik oleh berbagai pihak.
Melalui surat yang dikeluarkan oleh Sekretariat Jenderal DPR RI, dinyatakan bahwa surat perihal penolakan terbitnya PP 28/2024 tentang Kesehatan sudah diterima dengan baik. Mengikuti arahan Ketua DPR RI, Puan Maharani, permasalahan tersebut nantinya akan dibahas dan ditindaklanjuti oleh Komisi IX.
Ketua Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar berharap, langkah terbaru ini segera ditangani oleh legislator yang membidangi kesehatan, ketenagakerjaan, dan jaminan sosial.
"Karena hingga saat ini, belum ada lanjutan pembicaraan mengenai polemik tersebut," kata Sulami dalam keterangannya, Kamis, 13 Februari 2025.
Rak rokok di minimarket (foto ilustrasi)
Photo :
- VIVAnews/Arrijal Rachman
Padahal, berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem pertembakauan telah berulang kali menyampaikan penolakan terhadap Rancangan Permenkes, khususnya rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek.
Apalagi, banyak di antara mereka yang telah melayangkan surat kepada Presiden Prabowo Subianto, untuk membatalkan PP 28/2024 dan menolak Rancangan Permenkes tersebut.
"Kami akan tetap berjuang karena sangat keberatan dengan aturan tersebut. Pelaku industri hasil tembakau sedang tidak baik-baik saja dan mengalami penurunan yang signifikan," ujarnya.
Sulami juga turut menyoroti nasib pendapatan negara dan keberlangsungan industri tembakau beserta pihak-pihak lainnya, yang menggantungkan diri pada sektor tersebut. Faktanya, industri ini telah memberikan kontribusi besar bagi penyerapan kerja hingga penerimaan negara, yang mencapai sekitar Rp 200 triliun lebih tiap tahunnya.
Dia menambahkan, PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes kontroversial turunannya itu sangat minim transparansi. Sehingga, kebijakan yang dihasilkan justru mendapatkan banyak pertentangan.
"Banyak pihak tidak dilibatkan, yang menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan," kata Sulami.
Menurutnya, pelibatan berbagai pemangku kepentingan yang terdampak oleh aturan itu sangat perlu dilakukan. Jika tidak, dikhawatirkan hal itu akan menimbulkan potensi negatif yang tidak hanya dirasakan oleh pelaku industri hasil tembakau, tetapi juga perekonomian negara secara keseluruhan.
"Pendapatan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) mencapai Rp 216,9 triliun, atau atau menyumbang 95 persen lebih dari total penerimaan cukai pada tahun 2024," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
"Kami akan tetap berjuang karena sangat keberatan dengan aturan tersebut. Pelaku industri hasil tembakau sedang tidak baik-baik saja dan mengalami penurunan yang signifikan," ujarnya.