Saatnya Berdaya, Inspirasi Indonesia dalam Menghadapi Tantangan Bantuan Asing

3 hours ago 1

Jakarta, VIVA – Keputusan Amerika Serikat (AS) untuk membekukan bantuan United States Agency for International Development (USAID) bagi Indonesia mulai Januari 2025 membuka peluang besar bagi Indonesia untuk memperkuat kemandirian dalam mengatasi isu-isu kemanusiaan. Tantangan ini justru bisa menjadi pijakan bagi bangsa untuk membangun ketahanan sosial dan ekonomi yang lebih kokoh.

Dalam sebuah diskusi publik yang digelar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (Fisip UI), Depok, baru-baru ini, sejumlah pakar, praktisi kemanusiaan, serta akademisi membahas bagaimana Indonesia bisa bangkit dan menemukan solusi terbaik agar program-program sosial tetap berjalan. Scroll lebih lanjut ya.

Diskusi yang diselenggarakan oleh Human Initiative (HI) bersama Aliansi Pembangunan Kemanusiaan Indonesia (AP-KI), Humanitarian Forum in Indonesia (HFI), dan Himpunan Mahasiswa Kesejahteraan Sosial Fisip UI menghadirkan tiga pembicara utama. Mereka adalah Rachmawati Husein selaku Konvener AP-KI, Victor Rembeth selaku pendiri HFI, dan Asra Virginia sebagai akademisi Hubungan Internasional Fisip UI.

USAID telah beroperasi di Indonesia selama beberapa dekade dengan mendukung berbagai inisiatif, termasuk imunisasi, pengendalian malaria, peningkatan mutu pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat rentan. Penghentian bantuan ini memang menimbulkan dampak, tetapi juga menjadi pemacu untuk Indonesia agar lebih mandiri.

“Konsekuensi dari penghentian bantuan ini sangat serius, terutama bagi masyarakat yang bergantung pada layanan kesehatan dan pendidikan yang didanai oleh USAID. Sektor kesehatan, pendidikan, dan pencegahan HIV/AIDS adalah beberapa yang paling terdampak,” ujar Rachmawati dalam diskusi tersebut.

Namun, di balik itu, Indonesia memiliki potensi besar untuk mencari sumber pendanaan lain. Negara ini kaya akan sumber daya dan telah terbukti mampu mengatasi berbagai tantangan besar sebelumnya. Pendanaan yang selama ini bersumber dari luar negeri bisa mulai dialihkan ke mekanisme yang lebih berkelanjutan, termasuk melalui partisipasi masyarakat dan inisiatif sektor swasta.

Menurut data tahun 2024, USAID memberikan bantuan sebesar US$153,5 juta atau sekitar Rp2,5 triliun kepada Indonesia. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai US$151,63 juta. Laporan WHO tahun 2023 juga menegaskan bahwa pendanaan internasional sangat berperan dalam pengendalian penyakit di negara berkembang. Dengan kondisi ini, Indonesia dapat mulai membangun sistem kesehatan yang lebih tangguh dengan menggali sumber pendanaan domestik dan memperkuat kebijakan kesehatan nasional.

Ilustrasi bendera Indonesia.

Photo :

  • Freepik.com//Freepik

Di sektor pendidikan, tantangan ini bisa menjadi momentum untuk merancang kebijakan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pelatihan guru serta program peningkatan akses pendidikan yang dibiayai oleh USAID dapat digantikan dengan program berbasis komunitas dan kerja sama dengan sektor swasta.

“Studi Unesco tahun 2022 menunjukkan bahwa investasi dalam pendidikan berbanding lurus dengan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan dalam jangka panjang. Dengan hilangnya pendanaan ini, kita menghadapi risiko stagnasi atau bahkan kemunduran dalam kualitas pendidikan nasional,” jelas Rachmawati.

Selain berimplikasi pada sektor sosial dan ekonomi, penghentian bantuan USAID ini juga bisa menjadi pemicu untuk memperkuat posisi Indonesia di kancah global. Menurut Asra Virginia, dalam sejarah hubungan bilateral, bantuan luar negeri sering kali digunakan sebagai alat diplomasi. Dengan demikian, perubahan kebijakan ini bisa menjadi titik balik bagi Indonesia untuk lebih mandiri dalam menentukan arah pembangunan.

“Kebijakan ini berpotensi mempengaruhi berbagai kerja sama bilateral, termasuk dalam bidang perdagangan, investasi, dan keamanan regional,” ungkap Asra.

Menanggapi kondisi ini, sejumlah alternatif pendanaan diajukan agar program-program kemanusiaan tetap berlanjut. Salah satunya adalah dengan mendiversifikasi sumber pendanaan melalui kerja sama dengan lembaga internasional seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB). Kemitraan dengan sektor swasta juga dapat menjadi solusi, di mana perusahaan-perusahaan dapat berkontribusi melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

“Kemitraan dengan sektor swasta bisa menjadi alternatif. Perusahaan dapat berperan dalam mendukung inisiatif kemanusiaan dan pembangunan melalui program CSR mereka,” ujar Victor Rembeth.

Selain itu, penguatan kapasitas lokal menjadi kunci agar Indonesia lebih mandiri dalam menjalankan program kemanusiaan. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta mengoptimalkan efisiensi program sosial yang sudah ada.

Di sisi lain, diplomasi internasional tetap perlu diperkuat. Melobi pemerintah AS agar mempertimbangkan kembali kebijakan ini atau mengalihkan bantuan melalui jalur alternatif menjadi salah satu strategi yang dapat ditempuh.

“Meskipun penghentian bantuan USAID ini menjadi tantangan besar, kolaborasi lintas sektor tetap menjadi kunci utama. Dengan sinergi yang kuat, kita bisa menciptakan solusi berkelanjutan dan menggalakkan kesalehan sosial di negeri ini,” pungkas Victor.

Halaman Selanjutnya

Menurut data tahun 2024, USAID memberikan bantuan sebesar US$153,5 juta atau sekitar Rp2,5 triliun kepada Indonesia. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai US$151,63 juta. Laporan WHO tahun 2023 juga menegaskan bahwa pendanaan internasional sangat berperan dalam pengendalian penyakit di negara berkembang. Dengan kondisi ini, Indonesia dapat mulai membangun sistem kesehatan yang lebih tangguh dengan menggali sumber pendanaan domestik dan memperkuat kebijakan kesehatan nasional.

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |