Jakarta, VIVA – Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan, berdasarkan assessment teknokratis yang dilakukan pihaknya, nilai riil investasi pabrik AirTag Apple di Batam hanya sebesar US$200 juta saja. Padahal, dalam proposal yang telah diajukan pihak Apple kepada Kemenperin sebelumnya, Febri memastikan bahwa Apple berencana membangun pabrik aksesoris iPhone di Batam itu dengan nilai investasi mencapai sebesar US$1 miliar.
"Nilai ini tentu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai investasi US$1 miliar, dalam proposal yang disampaikan Apple kepada kami," kata Febri dalam keterangannya, dikutip Kamis, 23 Januari 2025.
Pabrik tersebut diperkirakan bisa memasok sekitar 60 persen kebutuhan AirTag global, dan berproduksi mulai tahun 2026. Fasilitas produksi ini diperkirakan juga akan menyerap tenaga kerja mencapai sekitar 2.000 orang.
Namun, perhitungan teknokratis Kemenperin mencatat bahwa komponen proyeksi nilai ekspor dan biaya pembelian bahan baku, tidak dapat dimasukkan sebagai capex (capital expenditure) investasi. Menurutnya, nilai investasi diukur hanya dari capex, yang terdiri dari pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi.
Dengan masuknya proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku dalam investasi oleh pihak Apple, seakan-akan hal itu melambungkan nilai investasi lebih tinggi sampai US$1 miliar. Padahal nilai investasi riil-nya hanya USD200 juta.
"Bayangkan jumlah tenaga kerja yang bisa terserap dengan angka investasi US$1 miliar, tentu akan sangat besar sekali," ujar Febri.
Dalam negosiasi pada tanggal 7 Januari 2025 tersebut, pihak Apple menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam capex. Febri memastikan, tim negosiasi Kemenperin dengan tegas sudah menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex.
"Pengukuran capex menggunakan tiga variabel, yakni pembelian lahan, bangunan, dan mesin/teknologi produksi," ujarnya.
Sebagai informasi, investasi Apple pada periode 2020-2023 juga belum sepenuhnya mematuhi Permenperin No. 29 Tahun 2017, yang telah memberikan fasilitas bagi Apple untuk menjual produknya di Indonesia. Apple terbukti dan mengakui bahwa mereka masih punya utang komitmen investasi senilai US$10 juta pada periode 2020-2023, yang jatuh tempo pada bulan Juni 2023.
Berdasarkan Permenperin tersebut, ketidakpatuhan dapat menyebabkan Apple dikenai sanksi penambahan modal investasi baru, pembekuan sertifikat TKDN HKT, bahkan pencabutan sertifikat TKDN HKT yang mengakibatkan produk Apple tidak bisa diperdagangkan di Indonesia. Dari tiga sanksi tersebut, Kemenperin memilih sanksi paling ringan, yaitu penambahan modal investasi skema tiga pada proposal periode 2024-2026. Sanksi ini juga telah disampaikan dalam counter proposal Kemenperin dalam negosiasi dengan Apple.
Halaman Selanjutnya
Dalam negosiasi pada tanggal 7 Januari 2025 tersebut, pihak Apple menanyakan apakah proyeksi nilai ekspor dan pembelian bahan baku masuk dalam capex. Febri memastikan, tim negosiasi Kemenperin dengan tegas sudah menyatakan bahwa dua variabel tersebut bukan merupakan bagian dari capex.