Kesadaran Kolektif Ekoteologis: Perspektif Islam dalam Merespons Krisis Lingkungan di Indonesia

3 hours ago 1

loading...

Rektor Universitas Darunnajah Dr. Much Hasan Darojat. Foto/Istimewa.

Rektor Universitas Darunnajah Dr. Much Hasan Darojat

Krisis ekologis yang terjadi di Indonesia kini semakin mengkhawatirkan. Baru-baru ini, kita dikejutkan oleh bencana banjir bandang yang melanda beberapa provinsi, yaitu Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara. Bencana ini menyebabkan lebih dari seribu jiwa melayang, serta menghancurkan ribuan rumah dan infrastruktur penting.

Kerugian material diperkirakan mencapai Rp68 triliun, berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Kompas.com. Kejadian ini hanyalah puncak dari masalah ekologis yang telah berlangsung cukup lama. Data dari berbagai sumber menunjukkan bahwa Indonesia telah kehilangan sekitar 18 juta hektar hutan alam sejak tahun 1990 hingga 2024, termasuk hutan primer, rawa gambut, dan mangrove.

Kondisi ini semakin memprihatinkan karena hanya tersisa 68,3% luas kawasan hutan dibandingkan dengan jumlah sebelumnya (Mongabay.co.id). Penyebab utama dari kerusakan ini adalah konversi lahan untuk perkebunan, pertambangan, serta perubahan fungsi hutan yang tidak memperhatikan prinsip keberlanjutan ekologis.

Dalam melihat fenomena ini, kita perlu meninjau masalah ekologis ini dari perspektif ekoteologi. Ekoteologi adalah suatu pandangan yang melihat hubungan antara manusia, alam, dan Tuhan dari sisi ajaran agama, khususnya Islam. Dalam perspektif Islam, alam bukan hanya sekedar sumber daya yang bisa dimanfaatkan begitu saja, tetapi merupakan anugerah dari Allah SWT yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab.

Alam merupakan sumber kehidupan bagi semua makhluk hidup yang ada di bumi. Manusia dan hewan memanfaatkan alam untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, namun pada saat yang sama, alam juga memberikan manfaat bagi makhluk hidup lainnya setelah mereka mati. Alam juga berperan sebagai siklus ekosistem yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

Di Indonesia, kekayaan alam yang begitu besar merupakan anugerah yang luar biasa dari Allah SWT. Namun, pemanfaatan kekayaan ini seringkali dilakukan secara tidak bijaksana dan berlebihan. Dalam Islam, pemanfaatan alam harus dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak merusak keseimbangan ekosistem.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surah Al-A’raf ayat 56: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.” Ayat ini mengingatkan kita untuk menjaga dan memelihara alam, bukan merusaknya. Pengelolaan alam dengan bijaksana dan berkelanjutan adalah kewajiban kita sebagai khalifah di muka bumi.

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |