Jakarta, VIVA – Mahkamah Konstitusi (MK) diminta membatalkan kemenangan pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Manggarai Barat (Mabar) nomor urut 2, Edistasius Endi-Yulianus Weng (Edi-Weng). Pasalnya, pemilih siluman alias orang yang sudah meninggal dunia ikut memilih Edi-Weng.
Permohon tersebut diutarakan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati Manggarai Barat (Mabar) nomor urut 1, Christo Mario Y Pranda-Richard Tata Sontani (Mario-Richard) dalam sidang di MK dengan nomor perkara 65/PHPU.BUP-XXIII/2025 pada Selasa 14 Januari 2025.
Mario-Richard sebagai Pemohon mencatat sejumlah dugaan kecurangan pada Pilkada Manggarai Barat 2024. Kuasa hukum Pemohon, Muhammad Asrun menjelaskan terkait pelanggaran syarat administrasi paslon nomor 2.
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK)
Photo :
- VIVA.co.id/Andrew Tito
"Bahwa diketahui saudara Edistasius Endi, selaku calon bupati pasangan calon nomor dua adalah mantan narapidana dalam tindak pidana Pasal 303 bis KUHP," ujar Asrun dalam persidangan.
Padahal, berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, menegaskan bahwa mantan narapidana wajib mengumumkan jatidirinya ke publik melalui media masa yang tercatat di Dewan Pers sebagai syarat administrasi ditetapkan sebagai calon bupati dan wakil bupati.
Namun, Edistasius tidak pernah mengumumkan hal tersebut. Bahkan, KPU Manggarai Barat sebagai Termohon telah menetapkan Edistasius Endi sebagai Calon Bupati Manggarai Barat.
Asrun menyampaikan, seharusnya Termohon tidak menetapkan Edi-Weng sebagai pasangan calon karena tidak memenuhi persyaratan.
"KPU harusnya membuat pengumuman bahwa eks kasus ini, terpidananya harus jelas kualifikasi tindak pidananya. Jadi syarat ini saja tidak memenuhi syarat. Kalau tidak memenuhi syarat melanggar UU Pilkada dan PKPU, TMS tapi diloloskan?," tegasnya.
Kecurangan kedua, terkait dengan dugaan politik uang yang dilakukan oleh Edi-Weng di berbagai wilayah. Praktik itu beragam mulai dari berkedok bantuan sosial (bansos), bantuan langsung tunai (BLT), hingga jual-beli suara.
Ketiga, kecurangan yang terjadi ialah pelanggaran hak pilih. Di mana petugas KPPS tidak memberitahu kepada pemilih terkait lokasi tempat pemungutan suara (TPS). Para pemilih disebut tidak diberikan C Pemberitahuan untuk memilih.
Pelanggaran juga terjadi, pemilih yang sudah meninggal dan tidak ada di lokasi TPS suaranya tercatat mendukung Paslon Nomor Urut 2. Kasus lainnya, anggota KPPS menggunakan surat suara sisa untuk mencoblos.
Lalu kecurangan keempat, terkait netralitas kepala desa. Kelima, dugaan politisasi birokrasi yakni program dan fasilitas pemerintah daerah dimanfaatkan untuk kampanye terselubung paslon 02.
Terakhir pelanggaran keenam terjadi karena kelalaian penyelenggara, di mana masih ditemukan surat suara ganda dan sudah tercoblos sebelum digunakan.
Oleh sebab itu, Pemohon melalui petitumnya meminta agar MK membatalkan Keputusan KPU Manggarai Barat terkait rekapitulasi yang memenangkan Paslon Nomor Urut 2.
"Menyatakan diskualifikasi Pasangan Calon Bupati Edistasius Endi dan Wakil Bupati Yulianus Weng yang ditetapkan berdasarkan Keputusan KPU Keputusan KPU Kabupaten Manggarai Barat Nomor 777 Tahun," ujar Asrun membacakan poin petitum lainnya.
Pemohon juga meminta agar KPU Manggarai Barat menetapkan Christo Mario Y Pranda dan Richardus Tata Sontani sebagai Bupati dan Wakil Bupati Manggarai Barat terpilih. Atau setidaknya, MK menginstruksikan untuk menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh TPS Kabupaten Manggarai Barat.
Ditemui usai sidang, Asrun mengaku optimistis permohonan yang dilayangkan akan diterima MK. "Saya sih optimis karena yurisprudensi kasus yang sama muatan sama. Dan keputusan seperti itu. Dan saya berangkat dari yurisprudensi MK," tukasnya.
Halaman Selanjutnya
Asrun menyampaikan, seharusnya Termohon tidak menetapkan Edi-Weng sebagai pasangan calon karena tidak memenuhi persyaratan.