OTT Asing seperti Netflix dan Meta Untung Ratusan Triliun, tapi Enggak Bayar Apa-apa di RI

7 hours ago 3

Rabu, 23 Juli 2025 - 19:58 WIB

Jakarta, VIVA – Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) meminta pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang lebih tegas terhadap penyedia layanan over-the-top atau OTT asing yang beroperasi di Indonesia.

Langkah ini sangat penting agar kepentingan nasional dan keberlanjutan industri telekomunikasi dalam negeri tetap terjaga.

Sekretaris Jenderal APJII, Zulfadly Syam, memaparkan, berdasarkan survei APJII 2024, penetrasi internet di Indonesia yang kini mencapai 79,50 persen.

Namun, ia menilai tingginya penetrasi ini justru lebih banyak dinikmati oleh OTT asing, sementara operator telekomunikasi nasional yang membangun infrastruktur digital tidak mendapat kontribusi setimpal.

"OTT asing berkembang di Indonesia karena infrastruktur internet sudah dikembangkan anggota APJII. OTT asing hanya melewati infrastruktur tanpa memberikan kontribusi apapun, baik untuk anggota APJII maupun negara. Apakah itu adil bagi bangsa Indonesia?" kata dia, dalam keterangan tertulis, Rabu, 23 Juli 2025.

Pelaku usaha dalam negeri juga merasa beban yang dipikul untuk menghadirkan layanan mereka terus meningkat, sementara kontribusi OTT asing ke negara dan perusahaan ISP (penyedia layanan internet) tidak ada.

"Mereka (OTT asing) hanya fokus bisnis mengejar pertumbuhan pelanggan dan pendapatan," tegas Zulfadly.

Sebagai informasi, pendapatan Netflix mencapai US$11,08 miliar atau setara Rp181 triliun pada kuartal II/2025, dengan laba bersih US$3,1 miliar atau di atas proyeksi yang sebesar US$3,06 miliar.

Sementara Meta, induk Whatsapp, Facebook dan Instagram, menikmati keuntungan US$168 miliar pada 2024 atau naik 22 persen secara tahunan (yoy).

Zulfadly menjelaskan, selama ini OTT asing hanya mendaftarkan diri sebagai penyelenggara sistem elektronik tanpa kewajiban membayar pajak atau membangun infrastruktur di Indonesia.

Sedangkan, operator lokal terus menghadapi tekanan untuk meningkatkan frekuensi dan bandwidth agar memenuhi permintaan akses internet berkualitas tinggi dari layanan OTT tersebut.

"Harga internet diharapkan makin murah, sedangkan untuk dapat mengakses OTT asing juga membutuhkan bandwidth ke luar negeri dengan kapasitas besar, tentu memerlukan biaya lebih. Anggota APJII dituntut untuk memberikan akses internet dengan kualitas bagus ke OTT asing tersebut jika tidak ingin ditinggal pelanggannya. Anggota kami terus berusaha untuk memberikan layanannya terhadap akses ke OTT asing, tapi kok kontribusi OTT asing ini tidak ada. Kondisi inilah yang dirasakan kurang adil bagi kami, anggota APJII," keluh Zulfadly.

Agar OTT asing dan pelaku usaha telekomunikasi nasional memiliki kesetaraan, Zulfadly meminta pemerintah menata ulang regulasi telekomunikasi di Indonesia.

Pemerintah memiliki kewajiban untuk membenahi infrastruktur internet di Indonesia. Jika pemerintah tak membenahinya, maka yang akan dirugikan adalah masyarakat Indonesia secara luas.

"Jangan ada lagi jargon 'seleksi alam', yang mampu akan berkembang dan yang tidak mampu akan tutup dengan sendirinya. Kondisi yang kondusif ini harus diciptakan oleh pemerintah. Karena telekomunikasi merupakan sektor strategis yang harus dijaga pemerintah guna kepentingan nasional. Selain itu, pemerintah juga harus menciptakan ekosistem dengan membuka ruang dan iklim berinovasi yang luas agar OTT lokal dapat tumbuh," tegas dia.

Halaman Selanjutnya

Sementara Meta, induk Whatsapp, Facebook dan Instagram, menikmati keuntungan US$168 miliar pada 2024 atau naik 22 persen secara tahunan (yoy).

Halaman Selanjutnya

Read Entire Article
Sindikasi | Jateng | Apps |