Jumat, 28 November 2025 - 14:58 WIB
Jakarta, VIVA – Pada 1982, Malaysia bagian barat, Malaysia Semenanjung, memajukan waktu 30 menit untuk menyelaraskan zona waktunya dengan negara bagian Sabah dan Sarawak yang terletak di Pulau Kalimantan.
Perubahan tersebut, yang diperintahkan oleh Perdana Menteri saat itu, Mahathir Mohamad, dipresentasikan sebagai langkah pembangunan dan modernisasi yang akan menyatukan seluruh negara dalam satu waktu yang sama.
Meskipun demikian, tidak terelakkan Matahari terbit sekitar pukul 07.00 pagi di Malaysia Semenanjung, kira-kira satu jam lebih lambat dibandingkan Malaysia Timur.
Beberapa orangtua mengeluhkan sedikitnya waktu yang mereka miliki untuk mempersiapkan anak-anak ke sekolah. Mengingat hanya 30 menit dari waktu terbitnya Matahari hingga sekolah dimulai yakni pukul 07.30.
Hal ini juga berarti Matahari terbenam relatif lebih awal, sehingga banyak warga Malaysia masih bekerja atau sedang bepergian ketika hari sudah gelap dan cenderung menyantap makan malam lebih terlambat.
Menteri Investasi, Perdagangan dan Industri Malaysia, Tengku Zafrul Aziz, sedang mengunjungi ibu kota Sabah, Kota Kinabalu.
Saat sedang lari pagi ia pun memposting di kanal sosial mediånya soal nikmatnya berolahraga lebih awal. "Di sini, Matahari terbit lebih awal, jadi saya bisa mulai berlari pukul 06.00 pagi sebelum acara pertama saya pukul 08.30 hari Minggu ini!” tulisnya di X.
Apa yang seharusnya menjadi unggahan ceria tentang gaya hidup sehat justru menyalakan kembali bara perdebatan puluhan tahun.
Banyak pengguna media sosial menyerukan pemerintah untuk memundurkan jam satu jam di Malaysia Semenanjung, tempat di mana sebagian besar penduduk negara itu tinggal.
Sejumlah ahli medis yang diwawancarai DW mengatakan hanya sedikit bukti ilmiah yang secara kuat mendukung klaim tersebut, meskipun topik ini jelas telah menjadi bahan perbincangan nasional.
Isu ini bahkan dibahas di parlemen tahun lalu. Menteri Investasi, Perdagangan dan Industri saat itu, Liew Chin Tong, berkomentar bahwa perubahan zona waktu akan memiliki "dampak signifikan terhadap ekonomi” dan bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan perubahan tersebut.
Sejarah pergeseran waktu
Baik Singapura maupun Malaysia dipaksa beralih ke GMT+9 selama Perang Dunia II atas perintah penjajah Jepang, yang ingin wilayah tersebut mengikuti waktu Tokyo.
Halaman Selanjutnya
Setelah perang, Malaysia Semenanjung mengadopsi UTC+7:30, titik tengah antara waktu sebelumnya dan waktu perang, sebelum kembali bergerak ke GMT+8 pada 1 Januari 1982.

4 weeks ago
9









