Jakarta, VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan mengenakan tarif impor tinggi terhadap barang-barang dari negara ASEAN yang akan masuk ke AS.
Sri Mulyani mengatakan, kebijakan Trump sebelumnya saat menjabat sebagai Presiden AS adalah dengan menaikkan tarif impor barang-barang yang surplus terhadap Amerika Serikat. Salah satunya, pengenaan terhadap China.
"Selama ini targetnya adalah AS terhadap RRT yang memang membukukan surplus RRT. Namun, sama seperti Presiden Trump bagian pertama dulu, Beliau juga US Treasury melihat semua partner dagang AS yang surplus dan mungkin akan melakukan (pengenaan kenaikan tarif impor)," ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Rabu, 13 November 2024.
Pidato Kemenangan Donald Trump di Pilpres AS
Photo :
- (AP Photo/Alex Brandon)
Sehingga dengan itu, Sri Mulyani menyebut bahwa kenaikan tarif impor ini juga akan turut menyasar negara-negara di ASEAN seperti Vietnam.
"Jadi mungkin tidak hanya RRT saja yang kena, dalam hal ini ASEAN seperti Vietnam dan beberapa negara lain mungkin akan dijadikan point untuk fokus dan perhatian terhadap pengenaan tarif impor ini," kata dia.
Di samping itu, Sri Mulyani menyatakan bahwa pasar saat ini tengah mengantisipasi beberapa kebijakan fiskal yang diperkirakan akan cukup ekspansif di bawah kepemimpinan Trump.
"Di bawah Presiden Trump yang kemungkinan cukup ekspansif tapi remain to be seen karena mereka juga punya ambisi untuk memotong belanja hingga US$1 triliun dalam waktu 10 tahun berarti US$100 miliar per tahunnya. Namun, yield dari US Treasury 10 Tahun mengalami kenaikan karena memproyeksikan bahwa APBN di AS mungkin relatif masih ekspansif," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menilai terpilihnya Trump sebagai Presiden AS akan membuat dolar menguat, berlanjutnya perang dagang, hingga suku bunga AS tetap tinggi.
"Kita lihat monitoring hari ini perkembangan Pemilu di AS yang perhitungan sementaranya Trump unggul dan prediksi-prediksi dari pasar," ujar Perry dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, RI, Rabu, 6 November 2024.
"Kami juga melihat kemungkinan-kemungkinan akan menyebabkan mata uang dolar akan kuat, suku bunga AS akan tetap tinggi dan tentu saja perang dagang berlanjut," tambahnya.
Perry mengatakan, hal tersebut nantinya akan berdampak kepada seluruh negara berkembang, termasuk Indonesia. Dia pun memperkirakan nilai tukar rupiah akan mengalami tekanan.
"Dinamika ini yang akan berdampak ke seluruh negara khususnya emerging market, termasuk Indonesia, yaitu satu tekanan-tekanan terhadap nilai tukar, kedua arus modal, dan ketiga adalah bagaimana ini berpengaruh kepada dinamika ketidakpastian di pasar keuangan," terangnya.
Halaman Selanjutnya
"Di bawah Presiden Trump yang kemungkinan cukup ekspansif tapi remain to be seen karena mereka juga punya ambisi untuk memotong belanja hingga US$1 triliun dalam waktu 10 tahun berarti US$100 miliar per tahunnya. Namun, yield dari US Treasury 10 Tahun mengalami kenaikan karena memproyeksikan bahwa APBN di AS mungkin relatif masih ekspansif," kata dia.