Sabtu, 18 Januari 2025 - 00:45 WIB
Jakarta, VIVA – Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2021, terdapat sekitar 526 ribu orang hidup dengan HIV dan AIDS di Indonesia. Namun sayangnya, edukasi dan pelayanan kesehatan terkait hal tersebut belum merata.
Hingga kini, HIV masih menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang. Hal itu dikarenakan kurangnya edukasi dan pemahaman tentang HIV sehingga membuat Orang Dengan HIV (ODHIV), mendapatkan perlakuan diskriminasi. Padahal, penularan HIV sendiri tidak semudah yang dikira banyak orang. Scroll untuk informasi selengkapnya, yuk!
Di Indonesia khususnya, tidak sedikit ODHIV yang kehilangan pekerjaan, dikucilkan keluarga dan teman-teman, bahkan hingga menjadi korban kekerasan. Hal ini tentu akan berdampak pada kesehatan mental mereka.
Ilustrasi HIV/AIDS
Photo :
- Pixabay/Darwin Laganzon
Ada beberapa alasan mengapa stigma dan diskriminasi terhadap ODHIV masih tinggi di Indonesia, antara lain kurangnya informasi dan edukasi yang memadai mengenai HIV, sehingga penyakit ini ditakuti banyak orang. Selain itu, ada juga anggapan bahwa hanya kelompok tertentu saja yang bisa terkena HIV.
Belum lagi, anggapan yang salah tentang penyebaran HIV, termasuk memercayai HIV bisa menular lewat kontak fisik atau berbagi peralatan makan. HIV dan AIDS juga sering dikaitkan dengan perilaku negatif tertentu, seperti penggunaan narkoba, terutama dalam bentuk suntik dan seks bebas.
Berbagai stigma sosial ini menyebabkan perlakuan diskriminatif terhadap ODHIV, di antaranya ditolak saat ingin berobat, tidak diperkenankan menggunakan fasilitas umum, bahkan dikeluarkan dari tempat kerja.
Praktisi kesehatan masyarakat dan penggiat HIV, Dr. Samuel J. Olam, MPH, menekankan pentingnya membahas HIV dan AIDS secara terbuka.
“Stigma buruk terhadap ODHIV sangat bahaya. Misinformasi yang beredar menghalangi mereka untuk mencari perawatan medis yang dibutuhkan, sehingga memperburuk kondisi kesehatan dan mempengaruhi penyebaran virus,” ujar Dr Samuel dalam keterangannya, dikutip Sabtu 18 Januari 2025.
Untuk meruntuhkan stigma negatif terhadap ODHIV, kampanye sosial #NoStigma diinisiasi oleh Campaign bersama VIVO. Program ini dilakukan secara daring pada November 2024 lalu agar dapat menjangkau masyarakat dari berbagai penjuru daerah.
Melalui aplikasi Campaign #ForABetterWorld, lebih dari 1.000 orang mendukung aksi sosial tentang HIV dan AIDS serta berdonasi tanpa uang. Beriringan dengan aksi digital tersebut, Campaign juga menyelenggarakan talkshow bertajuk “Edukasi HIV dan AIDS, Biar Makin Paham!” yang dihadiri oleh 157 partisipan.
Program ini menggandeng anak-anak muda dari berbagai organisasi dan komunitas sosial di bidang HIV/AIDS untuk mengorganisir kampanye sosial di aplikasi Campaign #ForABetterWorld. Mereka mengajak masyarakat melakukan aksi yang otomatis dikonversi menjadi donasi lalu disalurkan kepada orang-orang membutuhkan.
Menurut Intan Siagian, Project Lead #NoStigma dan Program Manager Campaign, aplikasi Campaign #ForABetterWorld terus berinovasi dalam mempermudah masyarakat untuk berpartisipasi dalam kampanye sosial kapan saja dan di mana saja.
“Salah satu pencapaian luar biasa dalam kampanye ini adalah partisipasi tujuh organisasi dan komunitas yang mengorganisir Challenge. Yayasan Gaya Celebes terpilih sebagai Organizer terbaik setelah berhasil mengumpulkan 202 Supporters,” kata Intan.
Sementara itu, Yoevan Wiraatmaja, CEO Danpac, juga mendukung inisiatif ini dengan berupaya melakukan langkah preventif.
“VIVO selalu berkomitmen untuk berkontribusi dalam penanggulangan HIV dan AIDS, mulai dari menyediakan alat-alat kesehatan preventif, seperti kondom, hingga berupaya menghapus stigma negatif terhadap ODHIV melalui kampanye sosial #NoStigma yang dikemas secara fun,” pungkasnya.
Halaman Selanjutnya
Praktisi kesehatan masyarakat dan penggiat HIV, Dr. Samuel J. Olam, MPH, menekankan pentingnya membahas HIV dan AIDS secara terbuka.