Jakarta, VIVA – Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) memang menciptakan efisiensi, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran besar di kalangan tenaga kerja, khususnya Gen Z. Generasi yang dikenal tech-savvy ini justru menjadi kelompok paling rentan terhadap dampak otomasi, terutama dalam sektor white-collar level pemula.
Menurut laporan dari HRD America, dikutip Kamis, 31 Juli 2025, survei terbaru yang dilakukan oleh Zety terhadap 1.000 Gen Z di Amerika Serikat menunjukkan perubahan besar dalam pola pikir mereka terhadap masa depan pekerjaan. Berikut adalah beberapa temuan penting yang menggambarkan bagaimana AI mendorong Gen Z mengubah arah karier mereka:
Job Fair Nasional 2018
Photo :
- VIVA/Muhamad Solihin
1. 43% Gen Z Sudah Ubah Rencana Karier karena AI
Hampir separuh dari responden mengaku telah mengubah atau menyesuaikan rencana karier mereka karena kekhawatiran terhadap AI. Hal ini menunjukkan bahwa generasi ini cukup sadar dan tanggap terhadap dinamika pasar kerja yang berubah cepat.
2. Muncul Fenomena “AIxiety Pivot”
Jasmine Escalera, pakar karier dari Zety, menyebut fenomena ini sebagai AIxiety Pivot, yakni perubahan arah karier yang dipicu oleh kecemasan terhadap dampak AI. Banyak anak muda kini lebih memilih karier yang dianggap lebih stabil secara jangka panjang.
3. Gen Z Beralih ke Pekerjaan Blue-Collar
Lebih dari 50% responden menyatakan tertarik pada pekerjaan blue-collar atau teknis seperti konstruksi, kelistrikan, dan tukang ledeng. Pekerjaan ini dianggap lebih aman dari gangguan AI, memiliki penghasilan kompetitif, dan lebih cepat dimasuki tanpa harus kuliah.
4. Pekerjaan yang Fokus pada Manusia Jadi Pilihan
Sebanyak 47% Gen Z mengaku tertarik pada pekerjaan yang berbasis interaksi manusia, seperti konseling atau layanan sosial. Mereka menilai profesi semacam ini lebih memiliki nilai kemanusiaan dan sulit digantikan oleh mesin.
5. Hanya 30% yang Masih Ingin Bekerja di Sektor Teknologi atau AI
Meski sebagian tetap tertarik di sektor teknologi, jumlahnya tak dominan. Hanya 30% yang ingin terjun ke bidang AI atau teknologi, menunjukkan adanya pergeseran minat ke sektor yang lebih hands-on dan people-centric.
6. Banyak yang Tak Percaya Gelar Sarjana Bisa Melindungi Karier
Sebanyak 65% responden tidak percaya bahwa gelar sarjana mampu melindungi mereka dari ancaman pemutusan hubungan kerja karena AI. Bahkan 18% Gen Z mengatakan mereka tidak yakin karier saat ini akan tetap relevan dalam 10 tahun ke depan.
7. Gen Z Mengembangkan Diri Lewat Skill Baru
Sekitar 40% Gen Z sedang aktif mempelajari keahlian baru secara mandiri atau mengambil sertifikasi tambahan. Ini adalah langkah adaptif yang mereka ambil untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kebutuhan industri.
8. “Rage-Applying” Jadi Tindakan Frustrasi
Sebanyak 18% responden mengaku melakukan rage-applying, yaitu melamar pekerjaan secara masif karena frustrasi terhadap situasi kerja yang tidak menentu akibat kemajuan teknologi.
9. AI Diprediksi Hapus 50% Pekerjaan Entry-Level
Peringatan ini datang dari CEO Anthropic, Dario Amodei, yang menyatakan bahwa AI bisa saja menghilangkan setengah dari pekerjaan kantoran tingkat pemula. Prediksi ini turut memperkuat kekhawatiran Gen Z terhadap masa depan dunia kerja.
10. Gen Z Ingin Kontrol, Keamanan, dan Tujuan
Di tengah dunia kerja yang makin tak pasti, banyak Gen Z kini mencari pekerjaan yang memberikan mereka rasa aman, kontrol atas waktu, dan tujuan yang lebih besar daripada sekadar gaji. Hal ini juga menjelaskan ketertarikan mereka terhadap jalur wirausaha dan pekerjaan kreatif.
Dengan tren ini, jelas bahwa Gen Z tidak hanya khawatir, tetapi juga siap bertindak. Mereka melakukan pivot karier, meningkatkan keterampilan, dan mencari alternatif yang lebih sesuai dengan tantangan zaman.
Halaman Selanjutnya
3. Gen Z Beralih ke Pekerjaan Blue-Collar